Monday, October 25, 2010

Bakmi Kepiting 78E

Beberapa tahun yang lalu, saya sempat terobsesi dengan berburu mie kepiting dan saya menemukan sebagaimana tidak ada yang sempurna di dunia ini, begitu pula dengan mie kepiting. Tidak ada yang sempurna.

Saya mengakhir obsesi saya dengan berharap jika saja mie dari rumah makan A dikombinasikan dengan lauk kepiting dari rumah makan B dengan kuah rumah makan C, makan kesempurnaan itu mungkin saja ... terjadi, sekali lagi mungkin saja.

Bagaimanapun juga, Bakmi Kepiting 78E termasuk salah satu yang perlu dicatat dan layak untuk dicoba, jika memang anda tidak mempunyai alergi dengan kepiting. 78E sangat memperhatikan bumbu perasa mie-nya, sehingga mie-nya berminyak, gurih dan nikmat.

Daging kepiting sangat halus, untuk mengatasi permasalahan ini, 78E selain menambahkan daging kepiting yang telah dikupas, juga dengan cangkang daging kepiting (sayangnya, pada musim-musim tertentu, cangkangnya kecil-kecil) bersama dengan lauk lain seperti potongan-potongan bakso, daging kecap dan satu lembar pangsit goreng.

Dengan lauk yang begitu ramai, sebenarnya sulit bagi saya untuk menikmati mie-nya. Bahkan jujur, saya cenderung tidak menangkap keistimewaan mie-nya. Mungkin seperti pengunjung-pengunjung yang lain, kami hanya berharap untuk menikmati daging kepiting dan setiap pesanan mendekati meja, saya berharap mendapatkan cangkang yang besar. HEHEHE.

Oya, menu lain yang kudu dicoba adalah pangsit kuah-nya. Satu porsi terdiri dari 5 potong pangsit yang disiram dengan bumbu kecap mie yang berwarna kecoklat-coklatan, ditaburi dengan kupasan daging kepiting dan irisan baso ikan.

Bakmi Kepiting 78E
Jl. Mangga Besar Raya No. 78E
Jakarta Barat
Ph. 021-9130 9387

Monday, October 18, 2010

Rujak Kolam

Rujak Kolam Medan Mangga Dua adalah bagian dari rangkaian pencarian tempat makan yang ramai pengunjung. Saya bercerita kepada teman saya terbatas sekali tempat yang saya bisa kunjungi berulang di Mangga Dua, karena area itu seperti labirin yang menyesatkan. Dan Rujak Kolam terletak di bagian dari labirin yang sulit ditemukan. Butuh waktu 30 menit untuk berputar-putar di area yang sama sebelum saya menyadari saya berada di lantai yang salah.

Tapi kemudian saya berhasil menemukannya kembali (setelah kali yang pertama dengan ajakan seorang teman baik). Kala itu saya hanya melewatinya saja, karena memang tidak terpikir saat itu untuk menikmati rujak. Akhirnya, kunjungan berikut saya ke Mangga Dua, saya memutuskan untuk mengikut-sertakan Rujak Kolam dalam daftar kunjungan saya.

Mungkin sebutan kolam merujuk kepada bumbu rujak yang meluber kemana-mana dalam satu porsi rujak yang sebenarnya tidak terlalu besar. Bumbu rujak yang manis tapi dengan sentuhan asam jawa di ujung lidah membuat rujak ini sedikit unik. (Apa gak disebut Rujak Genangan?)

Hal lain yang menjadi catatan saya adalah bumbu yang dihaluskan dengan kacang juga ditambahkan dengan taburan kacang di atasnya sehingga menambah kegurihan, kerenyahan dan kenikmatan bumbu rujak di Rujak Kolam. Buah-buah yang disajikan seperti buah-buah rujak jalanan seperti bengkoang, nanas, jambu, mangga muda, nangka, timun.

Satu-satunya hal yang menyebalkan dari Rujak Kolam adalah sistem penempatan pelanggannya. Laksana semua rumah makan yang selalu padat di Mangga Dua, sistem pelayanannya selalu siapa cepat, dia yang dapat. HEHEHE. Di sisi yang lain, itu lumayan menantang!

PS: Maaf, adik kecil yang saya sikut demi mendapatkan tempat duduk di hari Minggu kemarin. Mudah-mudahan gak apa-apa yah. Damai, dik!

Rujak Kolam Medan
JITC Mangga Dua - Samping Eskalator
Lt. 3D no. 20/95, Jakarta
Ph. 021-3237 2689

Monday, October 11, 2010

Nyempil di Poppay!

Atasan saya yang nota-bene juga seorang penggemar kulineran selalu berkata "ciri khas tempat makan yang enak itu kalau tempat itu ramai pengunjung, Lex!" Kalau saja pernyataan ini benar, maka secara mutlak Poppay adalah satu rumah makan ternikmat di Jakarta.

Bagaimana tidak? Untuk mendapatkan meja, saya harus menunggu sekitar 15menit dan begitu saya mendapatkan meja, saya harus membagi meja (yang harusnya cuma muat untuk 4 orang) dengan 6 orang asing lainnya. Jadi saya harus makan dengan berimpit-impitan. Gaya makan siang saya di Poppay tidak berbeda dengan gaya makan Unyil.

Menu Poppay sangat terbatas, mereka hanya menyajikan: mie ayam Bangka, pempek, tahu kok, dan nasi tim. Karena keterbatasan kemampuan perut saya dan teman saya, kami memesan mie ayam Bangka, tahu kok dan pempek. (ini kok gila?)

Buat saya, pempek di sini biasa saja, tapi tidak buruk. Tapi seperti semua tempat yang mengerti cara penyajian pempek yang baik, Poppay menyajikan dalam kondisi baru selesai digoreng dalam warna coklat muda. Cuka pempek dan kekenyalan pempek walau bukan yang terbaik yang pernah saya coba, tetapi masih layak untuk dinikmati.

Tahu kok sedikit unik, karena tahu kok itu adalah kuah yang berisi sepotong tahu daging besar, dengan 2 potong otak-otak dan 2 baso ikan kecil dihidangkan dengan sayur-sayuran. Saya juga sangat menikmati mie ayamnya. Mie kecil yang sedikit kenyal dan beraroma manis serta gurih ditemani dengan potongan-potongan daging ayam yang manis.

Catatan kecil mengenai pelayanan di tempat ini. Walau ramai dengan pelayan-pelayan yang berdiri di sekitar area makan, tidak semua pelayan bersedia menerima pesanan. Bahkan mereka tidak akan merujuk pesanan saya ke pelayan yang semestinya, mereka hanya menggeleng-gelengkan kepala dan sesekali berkomentar (karena saya beberapa kali salah terus), "Untuk pesanan, panggil pelayan yang itu."

Saya sangat bersyukur di tengah kegundahan saya (curcol deh jadinya), teman saya yang baik rela memaksa saya untuk keluar dari kamar dan menemani saya berwisata kulineran. KD, makasih yah!

Poppay
ITC Mangga Dua
Lt. II Blok A 118 - 119

Monday, October 4, 2010

Dimsum on Sunday

Restaurant May Fair mempunyai begitu banyak kenangan bagi saya. Sewaktu saya masih kecil, saya ingat ibu saya suka sekali membawa saya ke tempat ini di hari Minggu untuk menikmati dim-sum.

Laksana gadis yang masih cantik, May Fair dalam masa kejayaannya terlihat begitu mewah dan area ruang makan yang lama tampak begitu indah dengan dekor orientalnya yang kental. Saya ingat dengan musik oriental yang khas, May Fair dipenuhi dengan pengunjung yang datang untuk baik menikmati dimsum atau teh sambil bercakap-cakap dengan kerabatnya.

Sementara kereta-kereta dorong yang berisi kudapan yang konon yang dihidangkan bagi raja ini sibuk didorong oleh penyajinya ke sana dan kemari. Saya ingat sensasi-nya ketika kereta dorongan ini berhenti di meja kami. Rasanya ingin hati ini mencoba semuanya.

Sekarang seperti saya yang sudah berumur, begitu pula tempat ini. May Fair tidak lagi dipenuhi oleh pengunjungnya, namun dia masih buka. Beberapa perubahan juga sudah terjadi, misalnya restaurant ini tidak lagi di area yang lama (area yang lama konon kabarnya sudah ditutup). Kereta yang memuat hidangan dimsum juga dibatasi menjadi hanya satu buah, bahkan di hari lain selain hari Minggu, mereka hanya akan menyajikan sesuai pesanan menu.

Walau begitu, May Fair masih menyajikan kenikmatan dimsum yang sama. Pendapat saya pribadi (yang mungkin saja subjektif, karena kami menjadi tua bersama), tempat ini adalah salah satu tempat dimsum yang paling original dan paling enak di Jakarta.

Siomay, Hakaw, Paikut, Kaki Ayam adalah sebagian kecil dari jenis dimsum yang disajikan oleh May Fair. Teh cina, oh teh cina di sini begitu gurih dan nikmat!

Buat saya, May Fair tidak hanya sebuah tempat makan. May Fair adalah tempat sejarah, tempat kenangan antara saya dan ibu saya. Saya pernah menceritakan kepada ibu saya mengenai kunjungan saya ke tempat ini. Ibu saya tersenyum sendiri dan seolah-olah seperti saya, May Fair juga menyimpan kenangan baginya.

May Fair Restaurant
Metropole Hotel
Jl. Pintu Besar Selatan No. 38
Jakarta Barat
Ph. (021) 676921