Wednesday, October 19, 2011

Masakan Rumah di Jehmadi, Muara Karang

Minggu malam dan saya baru saja kembali dari acara makan malam bersama keluarga saya. Kami bersembilan memutuskan untuk mengunjungi Restoran Jehmadi yang terletak di Muara Karang. Ini adalah kali yang ketiga (kalau tak salah hitung yah?) mengunjungi rumah makan yang menyediakan masakan hasil laut.

Benar kata pepatah kalau sebuah buku tidak seharusnya dinilai dari sampulnya. Dari penampilan luarnya, Jehmadi itu laksana ruko yang lusuh dibandingkan rumah makan sejenis yang dapat ditemukan sepanjang jalan Muara Karang Raya. Barisan meja-meja dan bangku-bangku kayu juga tidak menambahkan nilai estetika pada interior restoran ini.

Tapi jangan membiarkan penampilannya menipu. Ibu saya yang adalah tukang makan yang jago masak menyebutkan Restoran Jehmadi sebagai salah satu restoran yang dia sukai. Saya coba menganalisa apa yah kira-kira yang membuat Restoran Jehmadi berbeda? Restoran ini menyajikan masakan sebagaimana biasanya masakan itu dimasak oleh orang-orang dekat kita di rumah. Masakan-masakan ini akan seperti bagaimana Ibu saya akan masak di rumah (mungkin tidak seenak Ibu saya sih! Love you, mommy!).

Maksud saya, bumbu yang dipakai, racikan, tumisan dan berbagai proses pengelolahan makanan itu seperti sebagaimananya saya sedang bersantap di rumah. Bahkan "keleluasaan" kami untuk tertawa dan ngobrol dengan suara sekencang-kencangnya juga membuat suasana makan di sini lebih menyenangkan. 

Karena kami hanya bersembilan, kami memesan: 2 porsi kepiting asam manis, 2 porsi gulai kepala ikan, 1 ikan bakar kecap, 1 ikan bakar rica-rica, 2 kepiting soka, 2 udang goreng tepung, 2 porsi cumi bakar, 2 porsi sayur genjer, 2 porsi buncis yang ditumis, 2 porsi tahu kipas isi, 2 porsi kerang bambu dan 4 botol bir Heineken besar.

Saya suka makan di Jehmadi, selain dikarenakan mereka mengetahui rahasia menyajikan makanan yaitu menyajikan sepertinya untuk orang-orang terkasih di rumah, tetapi juga suasananya yang ramai, apa adanya dan hangat. 

Oyah beberapa pramusaji di Jehmadi sedikit "jutek", tapi jangan biarkan hal itu mengecilkan anda, seperti saya yang pertama kali kaget karena dijutekin oleh salah satu pramusajinya (mungkin saja karena suasana yang ramai dan sibuk yah?). Walaupun demikian, tetap pramusaji-pramusaji di rumah makan ini selalu singgap dalam memastikan kita menikmati masakan rumahan itu dengan puas.

Dan saya yakin, mereka berharap kita akan kembali "pulang" ke Jehmadi untuk menikmati masakan rumah.

Restoran Jehmadi Sea Food
Jl. Muara Karang Raya No. 279
Jakarta Utara
Ph. (021) 661 9071

Wednesday, October 12, 2011

Bersantap dengan Sahabat di Eat and Eat

Sewaktu sahabat saya datang berkunjung (tidak terlalu) jauh-jauh dari Singapore, saya memutuskan untuk bertemu di salah satu area pusat tempat makan di Jakarta Utara, yaitu Kelapa Gading. Walau berlokasi di kotamadya yang sama dengan area tempat tinggal saya, saya harus akui jarang sekali saya berkunjung ke area ini. Boleh dibilang saya bisa kesasar kalau disuruh berangkat sendiri.

Disebut sebagai salah satu pusat tempat makan di Jakarta, Kelapa Gading tentu saja tidak hanya hanya nama, tetapi berhasil dibuktikan dengan perut-perut buncit pengunjung yang meninggalkan area ini. HAHAHA. 

Setelah meminta pendapat beberapa teman yang sering berkunjung ke Kelapa Gading, saya memutuskan untuk mengunjungi Eat and Eat di Mall Kelapa Gading (Mall ini rasanya tidak berujung!) bersama dengan sahabat saya ini. Eat and Eat seperti food-court lainnya di manapun, hanya saja dekorasi food-court yang satu ini ditata sedemikian rupa sehingga membuat pengunjungnya berasa di daerah pecinaan kuno.

Variasi makanan yang ditawarkan lumayan bervariasi, mulai dari yang tradisional seperti kue-kue Betawi, hingga makan besar, seperti iga bakar. Beragam es dan makanan penutup yang tersedia juga sangat menarik.

Dikarenakan reuni kecil ini hanya kami berdua, kami memutuskan hanya untuk memesan iga bakar, bakmi kepiting Pontianak, mie bakso Akhiaw 99, otak-otak Palembang, es jely Medan dan pisang ijo dengan fla nangka. 

Iga bakar yang saya pesan sedikit unik karena ditaburkan potongan-potongan bawang putih, walau sedikit aneh karena dihidangkan dengan nasi hainam dan kuah kaldu. Kuah kaldunya sedikit tawar dan nasi hainamnya terlalu lembek, namun harus saya akui iga bakarnya sangat lembut dan manis dengan sedikit kejutan rasa pahit dari bawang putih yang digoreng sampai garing. Saya hanya ditagih Rp. 33.000,- untuk 1 porsi komplit iga bakar tersebut.

Saya juga suka dengan mie bakso Akhiaw 99, terutama dengan mie kuningnya. Bakso, daging, babat tidak jauh berbeda dengan mie atau kuetiaw Mangga Besar 78. Dan untuk es, es pisang ijo dari Eat and Eat adalah kejutan luar biasa malam itu. Saya suka sekali, walau sahabat saya berpikir ada pisang ijo yang lebih enak di kantin karyawan Pacific Place (maybe another time, another place?).

Secara konsep, Eat and Eat sangat menarik, sayangnya lokasi yang jauh di ujung dari Mall Kelapa Gading membuat tempat makan ini sedikit kurang diminati. Mungkin karena Eat and Eat memakai sistem vendor, beberapa vendor di tempat ini sedikit tidak sopan dan tidak mampu menciptakan suasana yang menyenangkan bagi pengunjungnya. Yah, itu hanya hal-hal manajemen kecil yang semoga tidak terulang dalma kunjungan saya yang berikutnya.

Eat and Eat
Mall Kelapa Gading 5 Lantai 3
Ph. (021) 45875450
http://eatandeat.yukmakan.com 

Wednesday, October 5, 2011

Sarapan di Pulau Dewata

Perjalanan saya yang terakhir ke Bali sebenarnya adalah dalam rangka bekerja, namun ketika saya memutuskan untuk tiba dua hari lebih awal dan menggunakan kesempatan tersebut untuk menelusuri rumah makan yang baru bersama sahabat saya, si narcistbandit.

Salah satu tempat yang dikenalkan kepada saya adalah Le Spot di Seminyak dan saya akui saya jatuh cinta dengan tempat ini. Kebetulan kami datang di saat sarapan, sehingga pesanan saya adalah Greek Omelette with bagels. Mungkin karena euforia yang tercipta dari kenyamanan tempatnya atau mungkin saya sedang ngantuk, saya benar-benar tidak ingin meninggalkan tempat ini.

Bahkan omelette yang dihidangkan berasa begitu nikmat dan sempurna. Sambil menyeruput hangatnya teh jasmine saya, saya berselonjor di bale-bale Le Spot. Oyah, selain menu sarapan seperti pesanan saya, Le Spot juga menyedia beraneka-ragam kue dan roti yang dapat dipesan.

Ah beginilah seharusnya sarapan seharusnya dihidangkan. Sempurna!

Le Spot - Bali Deli
Jl. Kunti No. 117X
Seminyak - Kuta, Bali

Wednesday, September 28, 2011

Bertemu Batman di Bali

Sebenarnya bukan hanya Batman yang berhasil saya temui dalam perjalanan terakhir saya ke Bali. Saya juga bertemu dengan Spiderman, Superman, Zorro, Kura-kura Ninja di mana semua pahlawan-pahlawan itu meninggalkan tugasnya melindungi bumi, memberantas kejahatan dan menyajikan makanan kecil dan minuman hangat di waktu malam di pusat kota Denpasar.

Warung Superhero menyajikan makanan-makanan yang banyak ditemukan di mana saja, seperti roti bakar, pisang goreng, pisang bakar, mie instan dan sebagainya. Mungkin yang sedikit unik dari daftar menu yang tersedia adalah minuman hangatnya, seperti aneka ragam wedang dengan berbagai nama yang unik, seperti wedang sampah.

Saya pikir ini adalah strategi marketing yang berhasil. Membungkus sebuah produk dengan tema tertentu sehingga menarik perhatian. Bukankah strategi marketing dimaksudkan untuk menarik perhatian dari calon pelanggannya?

Jujur, baik makanan maupun minuman yang dihidangkan tidak lebih nikmat daripada roti bakar atau pisang goreng keju coklat yang bisa saya dapatkan di tepi-tepi jalan di Jakarta. Namun kesediaan dari Warung Superhero untuk berkreatif dalam penyajiannya, membuat saya tersenyum.

Lapipula di mana lagi di bagian dunia ini, saya dapat menyantap pisang goreng yang dihidangkan oleh Batman? Hanya di sini, teman!

Warung Superhero
Libi Plaza
Jl. Teuku Umar
Denpasar, Bali

Wednesday, September 21, 2011

Chocolate Made by the Bald Man

Saya suka sekali hadiah! Siapa yang tidak yah? Apalagi kalau hadiahnya sesuatu yang tidak biasanya. Seperti Coklat dari Max Brenner ini. Salah satu orang yang paling berpengaruh dalam hidup saya memutuskan untuk mampir bertemu saya dan memberikan sekaleng coklat dari Max Brenner, hari tersebut adalah hari yang penting! HAHAHA.

Hingga saat ini, saya belum berhasil menemukan produk Max Brenner di Jakarta. Mungkin ada yah di toko-toko yang menjual barang-barang import di Selatan atau mungkin juga di pasar Glodok / Mangga Dua (mengingat semua produk ada dijual di kedua tempat ini).

Yah intinya, produk coklat yang satu ini, Max Brenner's THEO (Max Brenner suka memanggil dirinya Bald Man) adalah biji-biji kopi Brazil yang dibungkus dengan coklat putih dan kayu manis. Sehingga begitu saya mengunyahnya, saya akan merasakan lapisan-lapisan sensasi yang berbeda-beda. 

Pertama-tama, saya akan merasakan sensasi kayu manis yang sedikit merupakan kombinasi rasa manis - pahit, lalu rasa manis dari coklat putih seolah-olah mengambil alih dominasi kayu manis, kemudian saya dikejutkan dengan biji-biji kopi yang masih kasar dan sebelum saya habis kagetnya, tiba-tiba semua elemen-elemen coklat itu saling berbaur dan saya terpuaskan.

Sensasi-sensasi tersebut saya ulang-ulang hingga potongan terakhir dan saya berharap hadiah berikutnya produk lain dari Max Brenner. #senyumlebarberharap.

Satu minggu kemudian ...

Saya menerima produk lain dari Max Brenner yaitu milk chocolate cubes filled with Colombian espresso praline cream dari salah satu sahabat saya, yang mengaku sebagai pembaca setia blog kulineran. HAHAHA. Dibandingkan Max Brenner's THEO, Max Brenner's ESPRESSO jauh lebih manis dan tidak pahit. Jujur, saya menghabiskan coklat ESPRESSO (yang mana dua kali lebih banyak porsinya) dalam waktu yang sangat singkat.

Wednesday, September 14, 2011

Sensasi Ramen di Jakarta Utara

Wah, sudah lumayan lama saya tidak mengirimkan post. Dikarenakan kesibukan yang luar biasa di kantor, juga beberapa waktu yang lalu setelah medical check-up saya mengetahui ternyata kadar asam urat saya melebihi kadar normal. Sehingga saya memutuskan untuk membatasi makan saya hanya dengan nasi, kol dan wortel. HAHAHA. Bercanda! 

Yah, pertama-tama, kami mohon maaf karena kurang rutin nge-update blog-nya. Selain iut, kami juga mau mengucapkan terima kasih untuk teman-teman yang tanpa lelah mengingatkan kami akan kecintaan kami pada wisata kuliner (yang menjadi alasan mengapa blog ini dibuat) dan terus setia berharap sesuatu yang baru akan dipublikasikan.

Pork Special Ramen

Waktu teman kantor saya yang boleh saya panggil si gila Ramen bertanya apakah lokasi rumah saya dekat dengan Muara Karang. Tidak pernah terbesit kalau teman saya ini sedang merujukan pertanyaan tersebut kepada salah satu rumah makan baru di daerah tersebut. Karena hari itu adalah hari Jum'at dan saya sedang ingin mengeksplorasi, saya memutuskan untuk mengunjungi Hakata Ikkousha. 

Hakata Ikkousha, yang mana kalau diterjemahkan secara literal, artinya rumah bahagia pertama (terjemahan ini membuat saya berpikir tentang rumah yang lain, bukan rumah makan. HAHAHA). Dilihat dari luar, Hakata Ikkousha sedikit berwarna penuh dengan banner-banner besar yang tidak sempat saya baca isinya. Interiornya sendiri tidak terlalu luas, bahkan saya berpikir tempat antrian untuk mendapatkan mejanya bisa jadi lebih luas daripada tempat makannya, tetapi membuat saya berpikir saya baru saja memasuki warung Jepang (jadinya warjep!).

Beruntungnya saya datang sendiri, sehingga langsung diberikan tempat makan di samping dapur penyajian yang dibiarkan terbuka sehingga saya bisa melihat segala-galanya. Saya memesan Pork Special Ramen dan Tamagoyaki.

Tamagoyaki

Pesanan saya diantar dalam waktu yang lumayan cepat. Begitu suapan kuah kaldu ayam pertama masuk ke dalam mulut saya, saya tersenyum sendiri. Otak saya tiba-tiba merasakan sensasi yang sama ketika saya sedang berdansa atau membuka hadiah Natal di pagi hari. Kegurihan, kenikmatan suapan pertama itu terus dilanjutkan dengan suapan-suapan berikutnya. Dan seolah-olah teori kepuasan Maslow tidak berlaku malam itu.

Apa yang membedakan kuah kaldu Hakata Ikkousha dengan yang lain? Pertama, kegurihan Hakata Ikkousah yang tidak diakhiri dengan rasa pahit. Kuah kaldu yang kental dapat menimbulkan sedikit rasa pahit di ujung lidah. Kalaupun kuah kaldu tidak pahit, biasanya cenderung encer dan kuahnya tidak gurih.  Namun Hakata berhasil mempertahankan rasa yang manis tanpa pahit dan juga tekstur kuah yang tetap kental.

Kehalusan mie ramen Hakata juga layak diberikan jempol. Halus dan seolah-olah tidak membutuhkan usaha untuk mengunyah, tetapi berhasil kelihatan cantik dan tidak hancur dalam presentasi di mangkok. Dibandingkan rumah makan ramen lainnya di Jakarta, harga ramen di Hakata boleh dibilang murah, hanya Rp. 38.000,- di mana saya juga sudah mendapatkan side-dish semangkok kecil telur rebus yang dihancurkan kecil-kecil lalu digoreng sebentar dan ditaburi daun bawang. Yang mana side-dish ini juga adalah nilai tambah yang besar!

Tentu saja, saya tidak mungkin hanya datang dan menikmati satu sajian, saya juga memesan Tamagoyaki, yang mana dasarnya adalah dadar gulung Jepang isi ikan. Karena dihidangkan dengan panas (dan harus dinikmati segera juga), Tamagoyaki memberikan nilai kepuasan yang tinggi, dengan harga 1 porsi Rp. 23.000,-.

Di samping makanan yang memang nikmat, saya juga menikmati keramah-tamahan dari setiap pramusaji di sini. Mereka dengan ramah menjelaskan setiap makanan yang saya pesan, dan berkali-kali ocha dingin saya diisi tanpa saya minta. Saya tidak lama duduk di dalam, selain rasa iba terhadap orang-orang yang sudah berbaris di luar menunggu untuk mendapatkan tempat duduk, saya ingin segera pulang dan menuliskan post ini.

Saya keluar dari Hakata Ikkousha yang riuh dengan senyum lebar dan mengirimkan twit berisi: Hands down! The best ramen can be found in North Jakarta, my part of the city! LOL!

Hakata Ikkousa 
Jl. Muara Karang Raya No. 85 
Jakarta Utara 
Ph. (021) 6660 0255 
Fax. (021) 6667 0588

Wednesday, September 7, 2011

Seru di Bogor (2)

Bicara tentang kota Bogor tentu tidak bisa lepas dari kebun rayanya yang legendaris. Rasanya ke manapun saya pergi, selalu saja jalanan di kota kecil ini mengarah ke kebun raya.

Yang tidak kalah legendaris adalah restoran di dalam kebun raya Bogor. Legendaris bukan karena sudah ada sejak jaman kolonial dulu tapi karena begitu banyak orang yang membicarakan tentang restoran bernama Dedaunan ini. Dari berbagai review yang saya baca di internet, restoran ini banyak dipuji.

Tidak mau ketinggalan, sayapun mencobai restoran ini untuk makan malam.

Kesulitan pertama yang saya hadapi saat menuju ke restoran ini adalah mencari pintu masuk kebun raya Bogor yang buka pada malam hari. Ada satu pintu memang yang terang benderang, namun gerbangnya hanya dibuka setengah saja. Terkesan tidak bisa dimasuki oleh kendaraan terutama mobil. Baru setelah memastikan tidak ada gerbang lain yang buka, sayapun nekat untuk bertanya pada petugas yang berjaga di pintu itu. Dan benar saja, rupanya setelah ditanya, barulah gerbang dibuka.

Kesulitan kedua adalah saat mencari letak restoran di tengah gelap gulitanya kebun raya Bogor di malam hari. Tidak ada penunjuk arah, tidak juga ada penerangan yang memadai kecuali obor-obor hias yang menyala malu-malu ditiup angin. Untung saja setelah berkendara perlahan-lahan akhirnya saya menemukan restoran itu.

Kesulitan ketiga adalah saat mencari jalan keluar dari kebun raya Bogor. Lagi-lagi, pentunjuk yang minim dan penerangan yang kurang memadai membuat saya harus meraba-raba ke mana arah jalan keluar.

Restoran Dedaunan sendiri malam itu cukup sepi. Hanya ada dua orang tamu yaitu saya dan pacar. Pegawai-pegawainyapun tampak sudah lelah. Menu yang ditawarkan tidak terlalu banyak (dan kurang menarik) dengan harga yang tidak murah.

Rijstaffel yang saya pesan (karena katanya adalah makanan istimewa di restoran ini) juga tidak semeriah yang saya bayangkan. Rasanya biasa saja bahkan bisa dibilang kurang sedap.

Untuk minuman, saya memesan bandrek yang cukup nikmat dan menghangatkan.

Satu-satunya hal yang menyenangkan di tempat ini adalah kucing-kucing lucu yang menemani makan malam kami.

Wednesday, August 31, 2011

Seru di Bogor (1)


Sekitar satu bulan lalu saya berjalan-jalan ke Bogor dan diajak oleh pacar (yang kebetulan cukup mengenal kota kecil ini) untuk makan di restoran favorit keluarganya: Bogor Permai.

Dilihat dari luar tampak betul bahwa restoran ini adalah restoran tua. Dan memang benar, rupanya restoran ini sudah beroperasi sejak tahun 1963, walaupun sang pemilik sudah merintisnya di tahun 1959 dengan berjualan kue basah keliling.

Sewaktu dibuka, di tahun 1963, restoran yang juga adalah toko roti ini hanyalah menempati lahan kecil yang saat ini menjadi tempat parkir restoran.

Memasuki restoran legendaris ini memang seperti masuk ke restoran-restoran tua pada umumnya. Dekorasinya sederhana, tata letak mejapun tidak macam-macam. Salah satu yang khas adalah cara menyajikan makanan dengan menggunakan kereta dorong yang terbuat dari kayu.

Siang itu saya memesan nasi timbel komplit yang rasanya bukan alang kepalang enaknya. Nasinya pulen dan wangi, ayam kampungnya empuk dan besar, tahu-tempenya gurih, dan yang istimewa betul adalah sambalnya. Segar dan benar-benar nikmat.

Tidak hanya itu, saya juga mencobai masakan China yang ada di dalam menu, mun tahu. Rasanya juga nikmat dengan harga yang cukup murah.

Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa restoran Bogor Permai adalah restoran yang wajib didatangi. Makanannya sungguh enak, harganya sangat terjangkau. Benar-benar pengalaman kulineran yang menakjubkan!

Di akhir makan siang pacar saya bertanya: "Malam ini mau makan di mana?"
"Di Bogor Permai lagi saja!" Jawab saya tanpa pikir panjang.

Catatan:
Bogor Permai juga memiliki toko roti yang patut dicobai. Roti-rotinya khas roti jaman dulu. Sangat cocok untuk oleh-oleh atau dimakan sendiri saat menunggu acara makan berikutnya di Bogor Permai.

Monday, March 28, 2011

Soto Mie Atau Bukan Soto Mie?

Keanekaragaman suku bangsa di negara kita tidak perlu dipertanyakan lagi. Keanekaragaman tersebut dapat dilihat dalam berbagai perbedaan bahasa, kebiasaan dan masih banyak lagi. Dalam konteks kulineran, keanekaragaman tersebut sangat menonjol. Bahkan dalam satu jenis makanan dapat diinterpretasikan secara berbeda menurut daerahnya.

Salah satu contoh nyata yang saya alami adalah soto mie. Dalam keterbatasan pengalaman saya, soto adalah kuah yang dibuat dari kaldu dan di beberapa tempat sering kali dimasak dengan menggunakan santan (soto Betawi, misalnya).

Siang itu, saya bersama-sama teman kantor saya menikmati satu jenis soto mie yang berbeda, soto mie Sukabumi. Berbeda dengan soto mie pada umumnya, soto mie Sukabumi lebih menyerupai bakmi Bangka atau Medan.  

Dihidangkan secara terpisah, mie dari soto mie (gambar di atas) terlihat dihidangkan dengan taburan gorengan bawang putih dan gorengan daun bawang. Isi dari Soto Mie Agih terdiri dari bakut, babat dan lobak. 

Buat teman saya, yang lahir dan dibesarkan di Sukabumi, Soto Mie Agih mampu menghapuskan rasa kangen terhadap soto mie Sukabumi yang asli, sedangkan buat saya, Soto Mie Agih menyerupai bakmi bakut. Tapi mungkin itu hanya sebuah nama. Apalah arti sebuah nama, bukan?

Soto Mie AGIH Sukabumi
Jl. Surya Kencana No. 313, Bogor
Phone: (0251) 8328 038

Monday, March 21, 2011

Yakiniku Tendan

Restoran yang satu ini sebenarnya cukup membingungkan. Dari luar dan dari namanya terkesan sebagai restoran Jepang. Namun ketika sampai di dalam dan melihat menunya maka terlihat bahwa lebih banyak makanan khas negeri ginseng Korea yang ditawarkan. Jadi terus terang saya tidak tahu harus menyebut restoran ini sebagai restoran Jepang atau Korea. Yang jelas, restoran berbentuk warung sederhana ini menyajikan menu-menu dengan porsi kecil yang tidak kira-kira mahalnya (bahkan seporsi kecil nasi putih saja harganya Rp. 9.000,-).

Yang unik dari restoran ini adalah bahwa mereka menggunakan pemanggang yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Pemanggang ini berguna untuk memasak sendiri daging-daging mentah kecil nan mahal itu. Selanjutnya karena ini adalah warung sederhana, jangan harap ada penghisap asap. Jadi ya, siap-siap saja untuk berbau asap selama dan setelah makan di tempat ini.


Tidak ada yang istimewa dari restoran ini kecuali pemanggangnya. Makan dan minum di tempat ini untuk satu orang (itupun tidak kenyang sama sekali) bisa menghabiskan Rp. 90.000,-

Yakiniku Tendan
Jl. Nakula - Seminyak
Bali

Monday, March 14, 2011

Marutama Ra-men, Senayan

Ada satu teman kantor saya yang sedang keranjingan dengan ramen dan Marutama Ra-men adalah salah satu masukan dari beliau sebagai tempat yang harus saya kunjungi. Beruntungnya, beberapa hari yang lalu, saya diharuskan untuk menghadiri rapat di luar kantor, tepatnya di daerah Senayan. Setelah urusan kantor saya selesai, saya memutuskan untuk mengurusi masalah perut saya dengan mengikuti saran teman kantor saya ini, mengunjungi Marutama Ra-men.

Marutama Ra-men mempromosikan keaslian ramennya sebagaimana menikmati ramen di Jepang dan mengklaim sebagai ramen pertama yang menggunakan kaldu ayam (atau yang disebut Toripaitan). Memang yang menjadi bintang di Marutama Ra-men tak dipungkiri adalah sup ramen yang terbuat kaldu ayam. Konon menurut beberapa sumber, kalau dibutuhkan waktu 5 jam setiap harinya hanya untuk menyiapkan kuah ramen.

Tidak heran, sup ramen Marutama Ra-men sangat gurih dan cenderung lebih pekat, sehingga bagi yang belum terbiasa sup ramen ini berasa sedikit pahit dan terlalu kuat aromanya, jadi rasanya tidak heran kalau mienya Marutama Ra-men cenderung hambar, untuk mengimbangi kegurihan supnya. Catatan unik di menu Marutama Ra-men, kalau pengunjung boleh meminta tambahan mie jika supnya belum habis. HEHEHE.

Hal yang menarik perhatian saya adalah adanya aosa, sejenis rumput laut yang diimpor dari Jepang, yang justru menambah keotentikan ramennya. Marutama Ra-men menawarkan beberapa jenis ramen dengan kuah kaldu ayam dengan berbagai toppings. Walau lembaran potongan pig roast atau chicken roast sangat luar biasa lembut dan nikmat, tetapi sayangnya potongannya terlalu tipis. 

Satu hal lagi yang harus dicoba jika mengunjungi tempat ini, yaitu Tamago, yang adalah telur rebus setengah matang yang juga sangat lembut dengan bagian luar yang berwarna coklat, seperti hasil rendaman dengan soy-sauce. Hasil rebusan putih telurnya begitu lembut selayaknya saya sedang menikmati tofu.

Setelah saya mengunjungi tempat ini, saya sempat iseng menge-post foto hasil kunjungan saya. Ada beberapa pendapat yang mempertanyakan kegurihan sup kaldu ayam Marutama Ra-men. Walau dalam beberapa publikasi media, selalu dibilang tidak menggunakan penyedap, beberapa argumen teman saya menyatakan sebaliknya. 

Buat saya sendiri? Saya menikmati makan siang saya di sana. Mungkin anda harus mencoba sendiri untuk kemudian mengetahui kebenarannya.

Marutama Ra-Men
Gedung Sentral Senayan I
Basement I No. 10
Jakarta Pusat
Ph. (021) 572 4050

Monday, March 7, 2011

Ayam Taliwang Bali



Dengan sering nya pekerjaan saya yang memaksa harus ke bali, menjadikan beberapa makanan khas daerah bali menjadi salah satu favorit saya. Mungkin Ayam Taliwang sebetulnya lebih terkenal merupakan makanan khas dari daerah lombok, namun beberapa restauran ayam taliwang di bali dapat menjadi rekomendasi untuk para kulineran sekalian. Dengan rasanya yang benar-benar bisa membuat lidah kita bergoyang-goyang oleh rasa pedas nya yang buat sebagian orang yang pencinta pedas pun mengakui rasa pedasnya, Ayam Taliwang di Jalan Raya Kuta Tuban ini dapat menjadi salah satu restauran yang dapat saya rekomendasikan.
Dengan ukurannya 1 ekor ayam yang tidak terlalu besar memang terbilang cukup untuk porsi makan satu orang, disini kita bisa memilih beberapa pilihan, diantara nya ayam pelecing dan ayam bakar, karena saya salah satu penyuka rasa pedas maka pilihan saya jatuh pada ayam pelecing yang merupakan ayam yang dibakar dan juga diberikan rasa pedas dengan lumuran sambal di saat dibakar, sedangkan ayam bakar merupakan ayam yang di bakar biasa dengan rasa yang tidak terlalu pedas. Apabila di masakan khas daerah sunda cukup dikenal dengan lalapan sayur-sayuarannya sebagai teman makan, di ayam taliwang ini pelecing kangkung menjadi teman yang cocok sekali dalam menikmati ayam taliwang, kangkung dan toge dengan diberikan sambel tomat dan parutan kelapa yang dikeringnkan (serundeng) serta ditambahkan kacang, menjadikan pelecing kangkung ini bukan hanya sekedar makanan pendamping saja.
Jadi memang tidak perlu jauh-jauh ke pulau Lombok untuk bisa menikmati Ayam Taliwang, karena di pulau Bali pun, kita bisa menemukan restauran ini dengan menawarkan rasa yang tidak kalah enak nya dari pulau asalnya.


Ayam Taliwang Bersaudara
Phone: (0361) 752-923
Jl. Raya Kuta No. 89, Tuban, Kuta, Bali

Chocolat à la Parish

Setelah melakukan serangkaian wisata kulineran berat, seperti soto, sate, nasi goreng. Adalah hal yang tepat untuk mengakhir wisata tersebut dengan coklat. Saya mengingat satu tempat ini, karena beberapa tahun yang lalu saya diajak oleh atasan saya untuk menikmati tart coklat di sini.

Parish mungkin belum sepopular beberapa rumah makan yang menggunakan bahan dasar coklat. Walau begitu, menu Parish lumayan bervariasi. Karena pada saat kunjungan kali ini, kami hanya menikmati apa yang disebut chocolate sampler. 

Dengan harga Rp. 3.000,- per-kunyahan, ada beberapa chocolate sampler yang saya sukai. Parish sangat menggemari penggunaan coklat hitam (dark chocolate), dengan filling atau topping seperti kacang-kacangan, rum dan beberapa jenis berries.

Saya jujur bukan penggemar coklat hitam, tapi saya harus akui saya menikmati kreasi coklat mereka. Rasa dan aroma coklat dengan sedikit rasa pahit di lidah. Selain chocolate sampler, seperti yang terlihat di gambar, tersedia juga cake coklat yang mana topping-nya bisa dipilih sendiri. 

Coklat Parish
Jl. Kyai Maja 21 (Depan RSPP Blok M)
Ph. (021) 720 1276

Monday, February 28, 2011

Michelle o Michelle

Dalam beberapa kesempatan, saya selalu merasa beruntung tinggal dan bekerja di dua area yang cukup jauh jaraknya. Saya butuh waktu sekitar 2 jam untuk tiba di kantor dan durasi waktu yang sama (bahkan bisa lebih) untuk kembali ke rumah. 

Tetapi baik rumah, maupun kantor saya berlokasi di area yang terkenal (baca: akan terkenal) dengan tempat jajan, rumah makan atau sejenisnya. Saya sangat beruntung untuk dengan leluasa (tergantung kesibukan dan tingkat kemalasan juga yah) mengunjungi beberapa tempat makan/jajan.

Salah satu tempat yang harus saya kunjungi kalau saya sedang melewati Jalan Pajajaran di Bogor adalah Michelle Bakery. Saya masih ingat pertama kali mengenal kue-kue kering dari Michelle ketika teman kantor saya menawarkan kaastangle dari Michelle di kala saya sedang kelaparan.

Kaastangle yang renyah dan rasa asin dengan aroma keju yang mantap tetapi tanpa membuat saya eneg walau jumlah yang dikonsumsi dalam kapasitas .. eh besar. Intinya, Michelle Bakery does bake GOOD! Setiap kali saya mengunjungi Michelle, kue-kue kering seperti kaastangle sepertinya menjadi suatu keharusan. 

Selain kue kering, hal-hal lain yang layak untuk dicobai seperti egg risoles with cheese and ham mereka. Sayangnya Michelle Bakery hanya menyediakan saus sambal sebagai teman untuk menyantapi risoles, harusnya mereka menggunakan cabe rawit untuk memberikan sensasi yang lebih luar biasa. Aneka jenis roti di Michelle Bakery juga nikmat, walau bagi saya, Michelle Bakery jagoannya kue-kue kering.

Sekedar saran dari saya, jika anda berkunjung ke kota Bogor, mampir deh ke Michelle Bakery dan cek ke bagian kue-kue kering. Oya, setelah renovasi (saya juga baru tahu hal ini bulan Desember yang lalu), Michelle kini mempunyai bagian sendiri untuk kue-kue keringnya.

Kaastangle Michelle, ah enaknya.

Michelle Bakery
Jl. Raya Pajajaran No. 14, Bogor
Phone: (0251) 8310 921

Monday, February 21, 2011

Swike Purwodadi


Lagi-lagi saya menulis tentang makanan nostalgia. Ya, swike memang termasuk makanan yang sering saya makan ketika masih kecil dulu. Bahkan saya pernah diajak untuk mengunjungi kota Purwodadi untuk makan swike yang asli dari tempat kelahirannya.

Tapi sekarang, tidak perlu jauh-jauh untuk menikmati hidangan kodok dengan rasa kuah yang khas hasil percampuran antara tauco dan bawang putih yang kuat ini. Cukup ke daerah Jakarta Barat saja, tepatnya di daerah Harmoni.

Tempatnya memang tidak terlalu representatif. Lebih mirip garasi daripada restoran. Tapi apalah artinya sebuah tempat kalau memang makanannya enak?! (itu prinsip saya). Di bagian depan garasi/restoran ini hanya ada tulisan kecil di atas sebuah kain yang berkibar-kibar ditiup angin: SWIKE.

Tanpa melihat menu saya langsung memesan swike. Karena itulah makanan yang menjadi spesialisasi mereka. Sebagai tambahan, karena ini di daerah Jakarta Barat, maka saya memesan juga kodok goreng kecap. Yang terakhir itu adalah masakan khas China.

Ketika makanan datang, saya langsung mencobai swikenya terlebih dahulu. Saya sudah rindu untuk ditarik ke kenangan indah masa kecil. Namun sayang, swike di restoran ini gagal memenuhi harapan saya. Kuahnya kurang mantap dan rasa daging kodoknya pun tidak sesegar yang saya bayangkan. Sedangkan untuk kodok goreng kecapnya, rasanya juga biasa saja. Tidak istimewa sama sekali.

Secara keseluruh saya tidak menikmati makan dan makanan di tempat ini.

Monday, February 14, 2011

Soto Sulung Koperia

Bagi saya, bicara tentang soto Sulung adalah bicara tentang nostalgia. Waktu kecil dulu, ayah dan ibu sering mengajak saya makan soto Sulung dan membuat makanan khas Surabaya ini menjadi salah satu makanan favorit saya.

Soto Sulung adalah salah satu jenis soto yang kuahnya tidak bening. Isinya adalah potongan-potongan jeroan (bagian dalam) sapi, seperti babat, usus, paru-paru, dan hati, lalu dipermanis oleh potongan telor rebus. Sangat enak dimakan dalam keadaan panas dan pedas.

Itu juga yang disajikan di Soto Sulung Koperia yang terletak di daerah Radio Dalam ini. Tempatnya yang agak kecil tidak menyulitkan saya untuk menemukannya.

Dari luar rumah makan ini terlihat nyaman. Kacanya yang tertutup rapat dan dilapisi kaca film yang tebal membuat saya berpikir bahwa pendingin udara di dalamnya tentu sangat efektif mendinginkan ruangan. Tapi semua itu buyar begitu saya membuka pintu dan masuk ke dalamnya. Rupanya restoran soto ini tidak dilengkapi pendingin udara walaupun kacanya tertutup rapat tanpa jendela.

Tentang rasa makanannya sendiri, restoran ini tidaklah istimewa. Bahkan boleh dibilang tidak terlalu enak. Kuahnya yang kurang mantap dan jeroannya yang masih alot (kenyal dan susah ditelan) jelas membuat penilaian saya tentang soto di tempat ini tidak menyenangkan. Apalagi ketika saya dihadapkan dengan harganya yang Rp. 21.000,- per porsi (belum termasuk pajak).

Secara keseluruhan tempat ini jelas mengecewakan saya.

Soto Sulung Koperia
Jl. Radio Dalam No.45 Jakarta Selatan
Telpon: 021-7257146 - 08989013365


Monday, February 7, 2011

Pempek Pak Raden

Sulit bagi saya untuk mengungkapkan pendapat saya mengenai pempek ini tanpa membandingkannya dengan salah satu rumah makan pempek yang berlokasi di Casablanca ataupun yang di Kepala Gading. Jujur untuk benar-benar menikmati pempek, jika anda mempunyai jenis lidah yang sama dengan saya, saya lebih memilih @bing.

Mungkin karena Pak Raden sudah mempunyai beberapa lokasi di beberapa tempat di Jakarta atau memang lidah saya yang berbeda selera dengan khalayak pada umumnya. Saya merasa pempek Pak Raden digoreng kurang lama, sehingga berasa kurang garing dan bagian dalam cenderung kurang panas. Kuah cuka Pak Raden cenderung manis sehingga rasa kecut-kecut asin dan wangi ebi (yang harusnya ada) tidak berasa.

Mungkin hal baik yang saya dapati adalah kebebasan yang diberikan oleh Pak Raden untuk menuang cuka pempek, karena memang disediakan satu botol di setiap mejanya, namun kemudian itu juga yang menjadi kelemahannya, karena berbeda dengan @bing, yang meracik secara khusus setiap pesanan sesuai dengan permintaan konsumennya (pedas, sedang atau tidak pedas). 

Proses penggorengan yang terlalu terburu-buru juga merupakan nilai minus. Sekali lagi mungkin ini adalah bukti anomali lidah saya atau saya datang pada waktu yang salah? Mungkin saja. :D 

Warung Pempek Pak Raden
Jl. Radio Dalam Raya No. 86D
Jakarta Selatan
Ph. (021) 721 1352

Monday, January 31, 2011

Soto Banjar di Martapura

Hari terakhir di Kalimatan Selatan, tanpa bermaksud mendramatisirkan apapun, terjadi hujan gerimis sepanjang pagi hingga siang. Suasana langit yang mendung dan sejuk membuat kami semua berpikiran sama ketika waktunya untuk makan siang, SOTO!

Tidak jauh dari pasar perhiasan di Martapura, Depot Soto Anang (kurang tahu apakah ada korelasi dengan sang penyanyi atau tidak, tapi konon kabarnya Anang sangat terkenal di sini). Memesan soto banjar komplit, yang isinya separuh telur bebek, potongan-potongan telur, bihun, suwiran daging ayam dengan bawang goreng dan daun bawang.

Disajikan terpisah dengan lontong atau nasi, panasnya kuah soto membuat perut saya hangat. Walau sangat gurih rasanya, soto Banjar depot Anang tidak mengecewakan. Bahkan ketika kuning telur pecah dan bersatu dengan kuah soto, membuat kuah soto menjadi lebih kental justru menambah keindahan dan pastinya kenikmatan sotonya.

Pendapat saya, lebih mantap rasanya kalau menikmati soto ini dengan nasi daripada dengan lontong. Ah, saya sangat menikmati perjalanan ini, walau tidak banyak situs kulineran yang saya kunjungi. 

Depot Soto Anang
Jl. A. Yani Km. 39
Martapura, Kalimantan Selatan

Monday, January 24, 2011

Jajanan Pasar Khas Martapura

Katupat Kandangan

Martapura adalah salah satu kecamatan di Kalimatan Selatan. Untuk penggemar perhiasan, inilah tempat yang paling tepat bagi anda. Martapura terkenal dengan pasar yang menjual perhiasan yang terbuat dari berbagai batu-batuan.

Sementara saya bukan penggemar perhiasan, juga dikarenakan saya tidak tahu-menahu mengenai perhiasan dan rasa malas menawar, saya memutuskan untuk mengelilingi pasar tradisional di samping pasar perhiasan Cahaya Bumi Selamat (CBS) Martapura.

Wadai Cincin

Di antara pasar tradisional Martapura dengan pasar perhiasan CBS, terdapat sederatan warung-warung penjualan makanan. Dari soto Banjar sampai ke penjualan Wadai (sebutan untuk kudapan di Kalimantan). Perhentian yang saya lakukan pertama kali adalah warung Katupat Kandangan khas Banjar. 

Ketupat nasi seperti ketupat pada umumnya dihidangkan dengan kuah bersantan dan potongan ikan gabus yang dibakar. Jujur, saya berharap makanan ini dapat ditemui dengan mudah di Jakarta. Kuah santan dari ketupat tidak meninggalkan rasa eneg di tenggorokan, tapi diseimbangkan dengan aroma ikan gabus bakar yang sedikit pahit. Kalau dilihat dari gambarnya sangat sederhana yah penampilannya, tapi rasanya melebihi lontong sayur yang pernah saya cicipi sebelumnya.

Wadai Wajik

Saya juga tidak mau kehilangan kesempatan untuk mencobai kudapan khas Martapura. Kudapan pertama yang saya cobai adalah wadai cincin. Bentuknya seperti uang logam yang biasanya dijadikan mata kalung di film-film shaolin. Terbuat dari tepung ketan dengan tutupan gula coklat, rasanya tidak terlalu manis. 

Saya sempat membaca di beberapa referensi kalau Martapura terkenal dengan 41 wadai. Dan salah satu yang paling terkenal adalah Wadai Bingka, yang berbentuk bunga dengan 6 kelopak. Bingka terbuat dari bahan utama seperti telur bebek, santan dan tepung santan yang divariasikan dengan rasa nangka, kentang dan sebagainya. Saya melihat hampir semua warung ini menjual Bingka.

Jaring (Jengkol Rebus)

Saya juga sempat mencoba wadai wajik yang terbuat dari singkong kemudian dibalur dengan gula jawa. Rasanya juga tidak terlalu manis dan lembut. Satu-satunya kudapan yang sulit untuk saya cobai siang itu adalah Jaring, yang mana adalah jengkol rebus yang disantap dengan kelapa.

Walau menurut si penjual, jaring itu sangat nikmat, tetapi ketakutan efek samping seperti bau mulut membuat saya terhenti untuk mencobanya. Catatan untuk diri sendiri: harus coba Jaring dan bawa obat kumur! :D

Sunday, January 16, 2011

Bakmi Lili

Saya sudah mengetahui keberadaan Bakmi Lili sudah lebih dari 10 tahun yang lalu. Bakmi yang berlokasi di Tanjung Duren ini sering saya lewati dulu sewaktu saya hendak pulang/pergi ke kampus. Selama bertahun-tahun itu juga, saya sering mendengar betapa nikmatnya Bakmi Lili, sehingga tidak jarang saya merekomendasikan tempat ini jika ada teman-teman yang menanyakan tempat makan yang seru di Tanjung Duren. Ajaibnya saya sendiri belum pernah ke sana. HEHEHE.

Akhirnya, kala sahabat saya sedang berkunjung ke Jakarta, saya memanfaatkan kesempatan ini untuk berkeliling Jakarta dan beberapa posting ke depan juga merupakan hasil jalan-jalan kami. Kami juga menyempatkan untuk mengunjungi beberapa tempat makan di selatan Jakarta sebagai usaha kami untuk meluaskan lokasi "bermain" kami. 

Perhentian pertama, Bakmi Lili. Seperti belasan tahun yang lalu, sebagaimana saya melihat dari luar, Bakmi Lili masih seperti dulu. Mungkin sedikit membedakan adalah papan iklan yang besar yang mungkin juga sudah dipasang bertahun-tahun yang lalu, sedangkan dulu hanya dengan selembar banner yang sederhana. Lokasi masih sama, dengan kereta tempat peracikan mie yang sama.

Bakmi Lili menggunakan jenis mie yang tipis dan bentuknya seperti mie keriting Medan, hanya saja lebih tipis. Yang menjadi daya tarik Bakmi Lili adalah bumbu mie yang sangat wangi dan gurih. Ketika saya mulai mencampur mie, lauk dan bumbu yang sedikit menggenangi mie, aroma mie mulai menggoda indra pengecap. Dengan suapan pertama, penantian saya selama belasan tahun itu seolah-olah tidak ada artinya lagi. Saat ini seolah-seolah dunia ini hanya ada saya, mie Lili dan kenek Bis 91 yang terus-menerus memanggil penumpangnya dengan, "Grogol, Grogol, Grogol!"

Bakmi Lili walau terlihat sangat tipis, tapi tidak selembut yang dilihat. Justru itu yang menambah kenikmatan mie. Lauknya juga bervariasi dari daging babi cincang hingga potongan-potongan ayam. Hoya, satu hal yang perlu diperhatikan ketika memesan di tempat ini, hati-hati dalam memesan tambahan pangsit dan/atau bakso, karena porsinya lumayan besar. 

Jika saya akan pergi lagi, saya mungkin hanya akan memesan 1 porsi pangsit/bakso/swikiaw untuk beberapa orang, karena porsinya lumayan besar. Pangsit dan swikiaw-nya lumayan enak, isinya berasa. Walau saya lebih menyukai pangsitnya. Sedangkan baksonya selayaknya bakso beli di pasar. Satu hal lagi yang unik mengenai tempat ini, mereka menyediakan 4 jenis sambal: ada saos tomat, saos cabe, sambal cabe blender (rasanya ditambah merica) dan sambal cabe dengan biji. 

Untuk satu porsi bakmi dan campuran bakso/pangsit/swikiaw, saya ditagih Rp. 42.000,- rasanya masih masuk akal dengan porsi yang lumayan mengenyangkan itu. 

Bakmi Lili 166
Jl. Tanjung Duren Barat I No. 361
Jakarta Barat
Ph. (021) 988 91138

Monday, January 10, 2011

Itik dan Makanan Laut

Saya sangat beruntung beberapa hari setelah liburan kantor di bulan Desember yang lalu, saya mendapatkan kesempatan untuk mengikut seorang berpetualangan ke Kalimatan Selatan. Walau sebenarnya tujuan perjalanan ini bukan untuk berwisata, tentu saja menyicipi masakan lokal harus saya sempatkan dong!

Begitu kami tiba di bandara Syamsudin Noor, kami dibawa ke Rumah Makan Swarga di area Banjarbaru. Kurang lebih sekitar 20 menit dari bandara. Rumah Makan Swarga menggelar panggangnya tepat di depan jalan masuk sehingga begitu saya tiba di sana, pikiran saya (tanpa melihat menu): ITIK BAKAR!

Alhasil karena pengaturan rumah makan yang sedemikian rupa, 5 dari 6 kami memesan itik bakar dan hanya 1 yang berdeviasi memesan itik goreng dan tambahannya udang bakar! Untuk itik bakarnya agak sedikit alot, mungkin karena itu juga penyajiannya dipotong kecil-kecil untuk mempermudah penyantapannya.

Menurut pendapat saya, bumbu yang disiramkan di atas itik terlalu manis, bahkan jauh melebihi rasa manis kecap manis pada umumnya. Segitu manisnya, saya sempat berpikir kalau bumbu yang dituang itu mengandung sedikit arak.

Sedangkan untuk itik gorengnya, saya harus akui enak sekali. Lembut seperti daging ayam dan bumbunya masih menempel ke tulang-tulang ketika kita mengupaskan dagingnya. Alhasil saya tergoda untuk mengulum tulang-tulang itik tersebut.

Sedangkan untuk udang besarnya, saya tidak mampu berkata-kata. ENAK! Sepertinya udang digoreng sebentar, sebelum akhirnya dibakar dalam waktu yang singkat. Aroma bumbunya, rasa gurihnya dan kelembutan tekstur daging udang sampai warna udangnya membuat saya terdiam dan jika saja saya tidak ingat usia, mungkin saya akan memesan 3 porsi lagi.

Ada pepatah mengatakan jika perhentian pertama saja menyenangkan, kebayang dong perhentian-perhentian berikutnya? Pasti lebih seru! HEHEHEHE. 

Rumah Makan Swarga
Jl. A. Yani No. 4, Banjar Baru
Kalimantan Selatan
Phone: (0511) 477 2014

Monday, January 3, 2011

Canton Bay, Pluit

Waktu saya masih kuliah, saya selalu melihat Canton Bay dengan penuh kesirikan. Saya selalu merasa kalau makan di Canton Bay itu mahal banget. Yah, biasalah kantong mahasiswa waktu itu masih seret. Menikmati kentang goreng di salah satu rumah makan cepat-saji saja rasanya seperti surga.

Sekarang sudah bekerja, tentu saja kondisinya sudah berbeda dong! Canton Bay menjadi salah satu rumah makan yang akan muncul di pikiran saya jika saya sedang ngidam masakan chinese (atau Canton tepatnya).

Kalau makan di Canton Bay, ada beberapa pilihan menu yang boleh dicoba, misalnya: Kepiting soka yang lumayan enak dan gurih, mie kuah dengan irisan bebek panggang dan pangsit (SUKA!) ataupun udang goreng telur asinnya.

Tetapi yang menjadi bintang di antara masakan-masakan yang enak itu, menurut saya adalah Sapo Tahu Sea Food-nya! Sapo Tahu Canton Bay itu dihidangkan dengan wadah yang unik (yang menurut info sang pramusaji) masih mampu menjaga panasnya kuah untuk jangka waktu yang lumayan lama. Jadi biasanya begitu mangkok sajinya sampai di meja masih mengeluarkan bunyi-bunyi "SSSHHHHH".

Masakah Tofu yang lembut, tetapi gak hancur disajikan dengan jamur, brokoli, wortel, udang, potongan ikan dan cumi-cumi ini paling cocok disantap dengan nasi hainam. Saya pernah mencoba membeli Sapo Tahu untuk dinikmati di rumah dan sapo tahunya masih enak begitu saya sampai di rumah!

Canton Bay
Pluit Village Lt. 1 No. 119
Phone: (021) 6660 1659