Wednesday, September 28, 2011

Bertemu Batman di Bali

Sebenarnya bukan hanya Batman yang berhasil saya temui dalam perjalanan terakhir saya ke Bali. Saya juga bertemu dengan Spiderman, Superman, Zorro, Kura-kura Ninja di mana semua pahlawan-pahlawan itu meninggalkan tugasnya melindungi bumi, memberantas kejahatan dan menyajikan makanan kecil dan minuman hangat di waktu malam di pusat kota Denpasar.

Warung Superhero menyajikan makanan-makanan yang banyak ditemukan di mana saja, seperti roti bakar, pisang goreng, pisang bakar, mie instan dan sebagainya. Mungkin yang sedikit unik dari daftar menu yang tersedia adalah minuman hangatnya, seperti aneka ragam wedang dengan berbagai nama yang unik, seperti wedang sampah.

Saya pikir ini adalah strategi marketing yang berhasil. Membungkus sebuah produk dengan tema tertentu sehingga menarik perhatian. Bukankah strategi marketing dimaksudkan untuk menarik perhatian dari calon pelanggannya?

Jujur, baik makanan maupun minuman yang dihidangkan tidak lebih nikmat daripada roti bakar atau pisang goreng keju coklat yang bisa saya dapatkan di tepi-tepi jalan di Jakarta. Namun kesediaan dari Warung Superhero untuk berkreatif dalam penyajiannya, membuat saya tersenyum.

Lapipula di mana lagi di bagian dunia ini, saya dapat menyantap pisang goreng yang dihidangkan oleh Batman? Hanya di sini, teman!

Warung Superhero
Libi Plaza
Jl. Teuku Umar
Denpasar, Bali

Wednesday, September 21, 2011

Chocolate Made by the Bald Man

Saya suka sekali hadiah! Siapa yang tidak yah? Apalagi kalau hadiahnya sesuatu yang tidak biasanya. Seperti Coklat dari Max Brenner ini. Salah satu orang yang paling berpengaruh dalam hidup saya memutuskan untuk mampir bertemu saya dan memberikan sekaleng coklat dari Max Brenner, hari tersebut adalah hari yang penting! HAHAHA.

Hingga saat ini, saya belum berhasil menemukan produk Max Brenner di Jakarta. Mungkin ada yah di toko-toko yang menjual barang-barang import di Selatan atau mungkin juga di pasar Glodok / Mangga Dua (mengingat semua produk ada dijual di kedua tempat ini).

Yah intinya, produk coklat yang satu ini, Max Brenner's THEO (Max Brenner suka memanggil dirinya Bald Man) adalah biji-biji kopi Brazil yang dibungkus dengan coklat putih dan kayu manis. Sehingga begitu saya mengunyahnya, saya akan merasakan lapisan-lapisan sensasi yang berbeda-beda. 

Pertama-tama, saya akan merasakan sensasi kayu manis yang sedikit merupakan kombinasi rasa manis - pahit, lalu rasa manis dari coklat putih seolah-olah mengambil alih dominasi kayu manis, kemudian saya dikejutkan dengan biji-biji kopi yang masih kasar dan sebelum saya habis kagetnya, tiba-tiba semua elemen-elemen coklat itu saling berbaur dan saya terpuaskan.

Sensasi-sensasi tersebut saya ulang-ulang hingga potongan terakhir dan saya berharap hadiah berikutnya produk lain dari Max Brenner. #senyumlebarberharap.

Satu minggu kemudian ...

Saya menerima produk lain dari Max Brenner yaitu milk chocolate cubes filled with Colombian espresso praline cream dari salah satu sahabat saya, yang mengaku sebagai pembaca setia blog kulineran. HAHAHA. Dibandingkan Max Brenner's THEO, Max Brenner's ESPRESSO jauh lebih manis dan tidak pahit. Jujur, saya menghabiskan coklat ESPRESSO (yang mana dua kali lebih banyak porsinya) dalam waktu yang sangat singkat.

Wednesday, September 14, 2011

Sensasi Ramen di Jakarta Utara

Wah, sudah lumayan lama saya tidak mengirimkan post. Dikarenakan kesibukan yang luar biasa di kantor, juga beberapa waktu yang lalu setelah medical check-up saya mengetahui ternyata kadar asam urat saya melebihi kadar normal. Sehingga saya memutuskan untuk membatasi makan saya hanya dengan nasi, kol dan wortel. HAHAHA. Bercanda! 

Yah, pertama-tama, kami mohon maaf karena kurang rutin nge-update blog-nya. Selain iut, kami juga mau mengucapkan terima kasih untuk teman-teman yang tanpa lelah mengingatkan kami akan kecintaan kami pada wisata kuliner (yang menjadi alasan mengapa blog ini dibuat) dan terus setia berharap sesuatu yang baru akan dipublikasikan.

Pork Special Ramen

Waktu teman kantor saya yang boleh saya panggil si gila Ramen bertanya apakah lokasi rumah saya dekat dengan Muara Karang. Tidak pernah terbesit kalau teman saya ini sedang merujukan pertanyaan tersebut kepada salah satu rumah makan baru di daerah tersebut. Karena hari itu adalah hari Jum'at dan saya sedang ingin mengeksplorasi, saya memutuskan untuk mengunjungi Hakata Ikkousha. 

Hakata Ikkousha, yang mana kalau diterjemahkan secara literal, artinya rumah bahagia pertama (terjemahan ini membuat saya berpikir tentang rumah yang lain, bukan rumah makan. HAHAHA). Dilihat dari luar, Hakata Ikkousha sedikit berwarna penuh dengan banner-banner besar yang tidak sempat saya baca isinya. Interiornya sendiri tidak terlalu luas, bahkan saya berpikir tempat antrian untuk mendapatkan mejanya bisa jadi lebih luas daripada tempat makannya, tetapi membuat saya berpikir saya baru saja memasuki warung Jepang (jadinya warjep!).

Beruntungnya saya datang sendiri, sehingga langsung diberikan tempat makan di samping dapur penyajian yang dibiarkan terbuka sehingga saya bisa melihat segala-galanya. Saya memesan Pork Special Ramen dan Tamagoyaki.

Tamagoyaki

Pesanan saya diantar dalam waktu yang lumayan cepat. Begitu suapan kuah kaldu ayam pertama masuk ke dalam mulut saya, saya tersenyum sendiri. Otak saya tiba-tiba merasakan sensasi yang sama ketika saya sedang berdansa atau membuka hadiah Natal di pagi hari. Kegurihan, kenikmatan suapan pertama itu terus dilanjutkan dengan suapan-suapan berikutnya. Dan seolah-olah teori kepuasan Maslow tidak berlaku malam itu.

Apa yang membedakan kuah kaldu Hakata Ikkousha dengan yang lain? Pertama, kegurihan Hakata Ikkousah yang tidak diakhiri dengan rasa pahit. Kuah kaldu yang kental dapat menimbulkan sedikit rasa pahit di ujung lidah. Kalaupun kuah kaldu tidak pahit, biasanya cenderung encer dan kuahnya tidak gurih.  Namun Hakata berhasil mempertahankan rasa yang manis tanpa pahit dan juga tekstur kuah yang tetap kental.

Kehalusan mie ramen Hakata juga layak diberikan jempol. Halus dan seolah-olah tidak membutuhkan usaha untuk mengunyah, tetapi berhasil kelihatan cantik dan tidak hancur dalam presentasi di mangkok. Dibandingkan rumah makan ramen lainnya di Jakarta, harga ramen di Hakata boleh dibilang murah, hanya Rp. 38.000,- di mana saya juga sudah mendapatkan side-dish semangkok kecil telur rebus yang dihancurkan kecil-kecil lalu digoreng sebentar dan ditaburi daun bawang. Yang mana side-dish ini juga adalah nilai tambah yang besar!

Tentu saja, saya tidak mungkin hanya datang dan menikmati satu sajian, saya juga memesan Tamagoyaki, yang mana dasarnya adalah dadar gulung Jepang isi ikan. Karena dihidangkan dengan panas (dan harus dinikmati segera juga), Tamagoyaki memberikan nilai kepuasan yang tinggi, dengan harga 1 porsi Rp. 23.000,-.

Di samping makanan yang memang nikmat, saya juga menikmati keramah-tamahan dari setiap pramusaji di sini. Mereka dengan ramah menjelaskan setiap makanan yang saya pesan, dan berkali-kali ocha dingin saya diisi tanpa saya minta. Saya tidak lama duduk di dalam, selain rasa iba terhadap orang-orang yang sudah berbaris di luar menunggu untuk mendapatkan tempat duduk, saya ingin segera pulang dan menuliskan post ini.

Saya keluar dari Hakata Ikkousha yang riuh dengan senyum lebar dan mengirimkan twit berisi: Hands down! The best ramen can be found in North Jakarta, my part of the city! LOL!

Hakata Ikkousa 
Jl. Muara Karang Raya No. 85 
Jakarta Utara 
Ph. (021) 6660 0255 
Fax. (021) 6667 0588

Wednesday, September 7, 2011

Seru di Bogor (2)

Bicara tentang kota Bogor tentu tidak bisa lepas dari kebun rayanya yang legendaris. Rasanya ke manapun saya pergi, selalu saja jalanan di kota kecil ini mengarah ke kebun raya.

Yang tidak kalah legendaris adalah restoran di dalam kebun raya Bogor. Legendaris bukan karena sudah ada sejak jaman kolonial dulu tapi karena begitu banyak orang yang membicarakan tentang restoran bernama Dedaunan ini. Dari berbagai review yang saya baca di internet, restoran ini banyak dipuji.

Tidak mau ketinggalan, sayapun mencobai restoran ini untuk makan malam.

Kesulitan pertama yang saya hadapi saat menuju ke restoran ini adalah mencari pintu masuk kebun raya Bogor yang buka pada malam hari. Ada satu pintu memang yang terang benderang, namun gerbangnya hanya dibuka setengah saja. Terkesan tidak bisa dimasuki oleh kendaraan terutama mobil. Baru setelah memastikan tidak ada gerbang lain yang buka, sayapun nekat untuk bertanya pada petugas yang berjaga di pintu itu. Dan benar saja, rupanya setelah ditanya, barulah gerbang dibuka.

Kesulitan kedua adalah saat mencari letak restoran di tengah gelap gulitanya kebun raya Bogor di malam hari. Tidak ada penunjuk arah, tidak juga ada penerangan yang memadai kecuali obor-obor hias yang menyala malu-malu ditiup angin. Untung saja setelah berkendara perlahan-lahan akhirnya saya menemukan restoran itu.

Kesulitan ketiga adalah saat mencari jalan keluar dari kebun raya Bogor. Lagi-lagi, pentunjuk yang minim dan penerangan yang kurang memadai membuat saya harus meraba-raba ke mana arah jalan keluar.

Restoran Dedaunan sendiri malam itu cukup sepi. Hanya ada dua orang tamu yaitu saya dan pacar. Pegawai-pegawainyapun tampak sudah lelah. Menu yang ditawarkan tidak terlalu banyak (dan kurang menarik) dengan harga yang tidak murah.

Rijstaffel yang saya pesan (karena katanya adalah makanan istimewa di restoran ini) juga tidak semeriah yang saya bayangkan. Rasanya biasa saja bahkan bisa dibilang kurang sedap.

Untuk minuman, saya memesan bandrek yang cukup nikmat dan menghangatkan.

Satu-satunya hal yang menyenangkan di tempat ini adalah kucing-kucing lucu yang menemani makan malam kami.