Kadang-kadang adalah sebuah kebanggaan tersendiri untuk mengetahui kalau ada orang yang dengan setia membaca blog ini. Saya sempat nyaris terisak ketika membaca di salah satu timeline twitter kalau kulineran sempat menjadi top search google. Itu benar-benar menjadi sesuatu yang membahagiakan saya, dan Narcistbandit pasti merasakan hal yang sama, saya percaya.
Masih berkaitan dengan hal di atas, saya juga mau mengucapkan terima kasih untuk semua komentar-komentar yang diberikan, baik melalui obrolan melalui internet, email atau bahkan obrolan-obrolan ketika bertemu. Salah satu teman saya bertanya mengapa rasanya kulineran itu banyak sekali memuat makanan chinese (Merci beaucoup, M. DW!). Yah, sarannya diterima dan kami akan mengusahakan untuk menambahkan variasi jenis tempat makannya deh!
Yah, Sabtu kemarin saya membantu teman sedikit dengan pekerjaannya. Kebetulan saya harus datang ke tempatnya di daerah Ciledug. Jujur saja, saya termasuk orang yang kurang pengetahuan dalam hal area di Jakarta. Saya termasuk penduduk Jakarta yang sangat bergantung pada kemurahan supir taksi, khususnya untuk daerah-daerah yang belum pernah saya kunjungi.
Sepulang dari tempat teman saya itu, saya tidak berhasil mendapatkan taksi, saya disarankan ke Blok M, lalu melanjutkan dengan TransJakarta ke Kota. Ketika sampai di halte perhentian di depan Pacific Place, saya terpikirkan tempat makan mie Aceh di Bendungan Hilir. Saya memutuskan untuk turun di halte tersebut.
Dengan berjalan kaki sekitar 5 - 10 menit, saya menemukan rumah makan Meutia, rumah makan makanan khas Aceh. Kalau lagu "La vie en rose" mengingatkan saya akan Paris (belagu bener ya?), ondel-ondel mengingatkan saya akan kota Jakarta, mungkin Meutia bisa mengingatkan orang yang pernah ke Aceh akan propinsi di ujung pulau Sumatra tersebut (see, Danang, I'm not that ignorant when it comes to map!).
Dengan interior disain yang dilengkapi dengan gendang Aceh, tenunan kain Aceh dan beberapa foto jaman dulu. Meja makannya juga terbuat dari kayu yang kokoh memberikan kesan tradisional. Saya memesan mie goreng basah udang dan ayam tangkap buat pelengkap saja.
Bumbu mie goreng-nya tajam banget dan berasa sampai ke dalam perut. Pertama saya bingung, karena selain satu piring mie goreng, saya dihidangi juga dengan satu piring tambahan yang isinya potongan bawang merah, jeruk limo dan emping. Saya baru mengerti kalau potongan bawang dan jeruk itu penting bukan hanya untuk menetralkan ketajaman bumbu mie gorengnya, tetapi justru membuat mie gorengnya menjadi lebih mantap.
Ayam goreng tangkap-nya sendiri terdiri dari potongan-potongan ayam kecil dengan daun tangkap. Begitu potongan pertama saya kunyah, tangan saya tidak dapat berhenti mengunyah ayam goreng ini. Mie aceh itu terkenal dimasak dengan kepiting, kebetulan ketika saya berkunjung kepiting yang tersedia kurang menarik, saya memilih dengan udang. Pramusaji Meutia juga berpesan kalau memang mie goreng Aceh dengan kepiting yang menjadi incaran, ada baiknya menghubungi mereka dengan telepon.
Meutia - Masakan Aceh
Jl. Raya Bendungan Hilir Kav. 36A No. 16
Jakarta Pusat
Phone: (021) 573 6718
Yah, Sabtu kemarin saya membantu teman sedikit dengan pekerjaannya. Kebetulan saya harus datang ke tempatnya di daerah Ciledug. Jujur saja, saya termasuk orang yang kurang pengetahuan dalam hal area di Jakarta. Saya termasuk penduduk Jakarta yang sangat bergantung pada kemurahan supir taksi, khususnya untuk daerah-daerah yang belum pernah saya kunjungi.
Sepulang dari tempat teman saya itu, saya tidak berhasil mendapatkan taksi, saya disarankan ke Blok M, lalu melanjutkan dengan TransJakarta ke Kota. Ketika sampai di halte perhentian di depan Pacific Place, saya terpikirkan tempat makan mie Aceh di Bendungan Hilir. Saya memutuskan untuk turun di halte tersebut.
Dengan berjalan kaki sekitar 5 - 10 menit, saya menemukan rumah makan Meutia, rumah makan makanan khas Aceh. Kalau lagu "La vie en rose" mengingatkan saya akan Paris (belagu bener ya?), ondel-ondel mengingatkan saya akan kota Jakarta, mungkin Meutia bisa mengingatkan orang yang pernah ke Aceh akan propinsi di ujung pulau Sumatra tersebut (see, Danang, I'm not that ignorant when it comes to map!).
Dengan interior disain yang dilengkapi dengan gendang Aceh, tenunan kain Aceh dan beberapa foto jaman dulu. Meja makannya juga terbuat dari kayu yang kokoh memberikan kesan tradisional. Saya memesan mie goreng basah udang dan ayam tangkap buat pelengkap saja.
Bumbu mie goreng-nya tajam banget dan berasa sampai ke dalam perut. Pertama saya bingung, karena selain satu piring mie goreng, saya dihidangi juga dengan satu piring tambahan yang isinya potongan bawang merah, jeruk limo dan emping. Saya baru mengerti kalau potongan bawang dan jeruk itu penting bukan hanya untuk menetralkan ketajaman bumbu mie gorengnya, tetapi justru membuat mie gorengnya menjadi lebih mantap.
Ayam goreng tangkap-nya sendiri terdiri dari potongan-potongan ayam kecil dengan daun tangkap. Begitu potongan pertama saya kunyah, tangan saya tidak dapat berhenti mengunyah ayam goreng ini. Mie aceh itu terkenal dimasak dengan kepiting, kebetulan ketika saya berkunjung kepiting yang tersedia kurang menarik, saya memilih dengan udang. Pramusaji Meutia juga berpesan kalau memang mie goreng Aceh dengan kepiting yang menjadi incaran, ada baiknya menghubungi mereka dengan telepon.
Meutia - Masakan Aceh
Jl. Raya Bendungan Hilir Kav. 36A No. 16
Jakarta Pusat
Phone: (021) 573 6718
really? top on the google search? great!! btw, i've been there..eat mie aceh itu..uenak! thanks for the review...
ReplyDeleteClifford, I know! It's surprising! :D
ReplyDelete