Friday, December 24, 2010
Natal dan Tahun Baru
Jaha dan Koyabu
Seringkali di kala saya sedang bersibuk ria di kantor, saya melupakan jadwal makan yang paling penting, yaitu sarapan. Demikian apa yang terjadi hari itu. Beruntung bagi saya, di kala sibuk menghadang dan saya terlambat pula ke kantor, jadi gak sempat menyantap sarapan saya.
Pikiran saya: semoga waktu makan siang bisa tiba dengan segera. HEHEHE.
Bu Diana, teman sekantor, beda divisi, mendatangi meja saya dan sambil tersenyum dia berkata, "Lo pasti belum sarapan, nih coba deh, Lex!" Sambil menyodorkan 2 macam kudapan yang dibungkus dengan daun pisang. (Bless you, bu Diana, thank you!)
Yang pertama, bentuknya lonjong seperti lontong, disebut Nasi Jaha. Nasi bakar yang mengandung aroma jahe yang tajam dan campuran santan. Jujur, sulit rasanya berhenti menikmati Nasi Jaha yang disajikan dalam kondisi hangat. Apalagi jika ditemani dengan sambal ikan Roa. Wah! Membayangkannya saja, saya sudah lapar kembali sekarang.
Saya baca di beberapa referensi kalau di Manado, nasi Jaha disumpel di bambu lalu dibakar dengan api. Saya membayangkan dengan cara tradisional ini, justru aroma jahe dan santan menambahkan kenikmatannya. Huks, saya lapar!
Yang kedua, kudapan Koyabu. Boleh dibilang mirip dengan kue putu. Kue berbentuk segitiga yang terbuat dari tepung ketan dengan isian gula jawa. Walau saya tidak biasanya menyantap sesuatu yang manis di pagi hari, namun Koyabu saya habiskan tanpa masalah. Bisa jadi karena euforia yang timbul melihat kudapan yang tidak saya temukan setiap hari.
Saya sering melihat nasi Jaha di beberapa rumah makan khas Manado, seperti Dodika ataupun Beautika. Rasanya Yabu mungkin juga ada. Selamat mencobai!
Monday, December 6, 2010
Makan di Kuta Nggak Harus Mahal
Monday, November 29, 2010
Ramen Boy
Monday, November 22, 2010
Manis Manis Asin Kriuk
Bahkan setelah melompat (kayak kutu saja) dari/ke beberapa tempat di area gading dan seperti alarm lift yang berisik, perut saya sudah mengingatkan kalau kapasitas sudah penuh atau bahkan sudah melewati kapasitasnya.
Tetapi begitu mendapatkan tempat duduk di ROPITA, begitu saya melihat ke gerobak penyajian bubur dan roti panggangnya, otak saya mengirimkan signal ke perut dan perut saya menyetujui kalau masih bisa satu (atau dua) makanan yang masuk.
Jadinya pesanan kami di ROPITA, pisang keju-coklat dan bubur kornet. Bubur kornet disajikan dengan kornet yang terlebih dahulu digoreng lalu ditambahkan di atas bubur dengan potongan-potongan daging ayam, cakwe dan pengganti kerupuk adalah kudapan stick yang gurih.
Pisang bakarnya juga sangat nikmat, yang mana di dalam timbunan coklat dan keju tersebut, saya masih sulit untuk diyakinkan kalau yang saya kunyah itu pisang. Jajanan tenda di Gading di Ropita mengakhiri wisata kami malam itu.
Ropita Aneka Rasa
Monday, November 15, 2010
Ngunyah Tulang
Monday, November 8, 2010
Jakarta Culinary Festival 2010
Rumah makan seperti Potato Head, Social House, Casa D'Oro, Blowfish, Ismaya Catering menawarkan sekilas masakan andalan, yang sayangnya harus bayar jika mau menyicipi (untuk kaum oportunis seperti saya, ini cukup tidak menyenangkan). HEHEHE.
Jakarta Culinary Festival masih akan berlangsung selama 1 bulan, dengan jadwal demo memasak bersama juru masak internasional, atau bahkan event fotografi dengan tema makanan. Untuk jadwal lebih lengkap, silakan memeriksa situs JCF.
Kuah Bakmi Aheng yang Nikmat
Begitu pesanan kami datang, hal pertama yang saya cicipi adalah kuahnya dan saya seolah-olah mabuk. Ada sesuatu di kuah bakmi itu yang membuat saya lupa kalau pesanan saya sebenarnya adalah bakmi. Ditambah dengan sedikit merica, saya ingin rasanya menghabiskan kuahnya langsung meminumnya langsung dari mangkoknya. Tapi saya tidak sendiri dan ketidaksendirian saya menjaga saya dari mempermalukan diri saya sendiri.
Setelah menyelesaikan administrasi pembayaran, kami melewati tempat penyajian masakan Aheng itu (laksana tempat-tempat makan di Pluit / Gading) di depan tokonya. Wangi gorengan bihun/mie goreng kembali memanggil-manggil kami. Wangi sekali dan perut saya bergejolak untuk kembali masuk ke rumah makan tersebut.
Sayangnya, ada tempat lain yang harus kami kunjungi dan mungkin kunjungan berikutnya, bihun goreng Aheng menjadi menu dalam pilihan kami.
Bakmi Aheng
Monday, November 1, 2010
Pempek Palembang 161
Tips penting jika anda hendak memesan hal yang sama, selalu mengingatkan pelayannya untuk menggoreng pempek tersebut, karena jika tidak akan dihidangkan putih pucat. Mungkin memang demikian cara menikmati pempeknya, tetapi saya sendiri lebih suka semuanya digoreng dan kemudian dihidangkan dalam kondisi panas.
Hal istimewa yang menjadi nilai jual 161 adalah kita boleh menambahkan bubuk ebi ke dalam cuka sesuka hati. HOHOHOHO. Jadi bisa kebayang saja, cuka saya lumayan kental dan gurih. Jujur, saya lebih suka cukanya daripada pempek di tempat ini.
Apalagi setelah kami memesan pempek campur, kami lupa memberikan catatan kepada pelayan untuk menggoreng. Jadinya beberapa kesempatan saya berasa menikmati kunyahan karet dengan bumbu cuka hasilan racikan sendiri.
Pempek Palembang 161
Monday, October 25, 2010
Bakmi Kepiting 78E
Saya mengakhir obsesi saya dengan berharap jika saja mie dari rumah makan A dikombinasikan dengan lauk kepiting dari rumah makan B dengan kuah rumah makan C, makan kesempurnaan itu mungkin saja ... terjadi, sekali lagi mungkin saja.
Bagaimanapun juga, Bakmi Kepiting 78E termasuk salah satu yang perlu dicatat dan layak untuk dicoba, jika memang anda tidak mempunyai alergi dengan kepiting. 78E sangat memperhatikan bumbu perasa mie-nya, sehingga mie-nya berminyak, gurih dan nikmat.
Daging kepiting sangat halus, untuk mengatasi permasalahan ini, 78E selain menambahkan daging kepiting yang telah dikupas, juga dengan cangkang daging kepiting (sayangnya, pada musim-musim tertentu, cangkangnya kecil-kecil) bersama dengan lauk lain seperti potongan-potongan bakso, daging kecap dan satu lembar pangsit goreng.
Dengan lauk yang begitu ramai, sebenarnya sulit bagi saya untuk menikmati mie-nya. Bahkan jujur, saya cenderung tidak menangkap keistimewaan mie-nya. Mungkin seperti pengunjung-pengunjung yang lain, kami hanya berharap untuk menikmati daging kepiting dan setiap pesanan mendekati meja, saya berharap mendapatkan cangkang yang besar. HEHEHE.
Oya, menu lain yang kudu dicoba adalah pangsit kuah-nya. Satu porsi terdiri dari 5 potong pangsit yang disiram dengan bumbu kecap mie yang berwarna kecoklat-coklatan, ditaburi dengan kupasan daging kepiting dan irisan baso ikan.
Bakmi Kepiting 78E
Jl. Mangga Besar Raya No. 78E
Jakarta Barat
Ph. 021-9130 9387
Monday, October 18, 2010
Rujak Kolam
Tapi kemudian saya berhasil menemukannya kembali (setelah kali yang pertama dengan ajakan seorang teman baik). Kala itu saya hanya melewatinya saja, karena memang tidak terpikir saat itu untuk menikmati rujak. Akhirnya, kunjungan berikut saya ke Mangga Dua, saya memutuskan untuk mengikut-sertakan Rujak Kolam dalam daftar kunjungan saya.
Mungkin sebutan kolam merujuk kepada bumbu rujak yang meluber kemana-mana dalam satu porsi rujak yang sebenarnya tidak terlalu besar. Bumbu rujak yang manis tapi dengan sentuhan asam jawa di ujung lidah membuat rujak ini sedikit unik. (Apa gak disebut Rujak Genangan?)
Hal lain yang menjadi catatan saya adalah bumbu yang dihaluskan dengan kacang juga ditambahkan dengan taburan kacang di atasnya sehingga menambah kegurihan, kerenyahan dan kenikmatan bumbu rujak di Rujak Kolam. Buah-buah yang disajikan seperti buah-buah rujak jalanan seperti bengkoang, nanas, jambu, mangga muda, nangka, timun.
Satu-satunya hal yang menyebalkan dari Rujak Kolam adalah sistem penempatan pelanggannya. Laksana semua rumah makan yang selalu padat di Mangga Dua, sistem pelayanannya selalu siapa cepat, dia yang dapat. HEHEHE. Di sisi yang lain, itu lumayan menantang!
PS: Maaf, adik kecil yang saya sikut demi mendapatkan tempat duduk di hari Minggu kemarin. Mudah-mudahan gak apa-apa yah. Damai, dik!
JITC Mangga Dua - Samping Eskalator
Lt. 3D no. 20/95, Jakarta
Ph. 021-3237 2689
Monday, October 11, 2010
Nyempil di Poppay!
Bagaimana tidak? Untuk mendapatkan meja, saya harus menunggu sekitar 15menit dan begitu saya mendapatkan meja, saya harus membagi meja (yang harusnya cuma muat untuk 4 orang) dengan 6 orang asing lainnya. Jadi saya harus makan dengan berimpit-impitan. Gaya makan siang saya di Poppay tidak berbeda dengan gaya makan Unyil.
Menu Poppay sangat terbatas, mereka hanya menyajikan: mie ayam Bangka, pempek, tahu kok, dan nasi tim. Karena keterbatasan kemampuan perut saya dan teman saya, kami memesan mie ayam Bangka, tahu kok dan pempek. (ini kok gila?)
Buat saya, pempek di sini biasa saja, tapi tidak buruk. Tapi seperti semua tempat yang mengerti cara penyajian pempek yang baik, Poppay menyajikan dalam kondisi baru selesai digoreng dalam warna coklat muda. Cuka pempek dan kekenyalan pempek walau bukan yang terbaik yang pernah saya coba, tetapi masih layak untuk dinikmati.
Tahu kok sedikit unik, karena tahu kok itu adalah kuah yang berisi sepotong tahu daging besar, dengan 2 potong otak-otak dan 2 baso ikan kecil dihidangkan dengan sayur-sayuran. Saya juga sangat menikmati mie ayamnya. Mie kecil yang sedikit kenyal dan beraroma manis serta gurih ditemani dengan potongan-potongan daging ayam yang manis.
Catatan kecil mengenai pelayanan di tempat ini. Walau ramai dengan pelayan-pelayan yang berdiri di sekitar area makan, tidak semua pelayan bersedia menerima pesanan. Bahkan mereka tidak akan merujuk pesanan saya ke pelayan yang semestinya, mereka hanya menggeleng-gelengkan kepala dan sesekali berkomentar (karena saya beberapa kali salah terus), "Untuk pesanan, panggil pelayan yang itu."
Saya sangat bersyukur di tengah kegundahan saya (curcol deh jadinya), teman saya yang baik rela memaksa saya untuk keluar dari kamar dan menemani saya berwisata kulineran. KD, makasih yah!
Poppay
ITC Mangga Dua
Lt. II Blok A 118 - 119
Monday, October 4, 2010
Dimsum on Sunday
Laksana gadis yang masih cantik, May Fair dalam masa kejayaannya terlihat begitu mewah dan area ruang makan yang lama tampak begitu indah dengan dekor orientalnya yang kental. Saya ingat dengan musik oriental yang khas, May Fair dipenuhi dengan pengunjung yang datang untuk baik menikmati dimsum atau teh sambil bercakap-cakap dengan kerabatnya.
Sementara kereta-kereta dorong yang berisi kudapan yang konon yang dihidangkan bagi raja ini sibuk didorong oleh penyajinya ke sana dan kemari. Saya ingat sensasi-nya ketika kereta dorongan ini berhenti di meja kami. Rasanya ingin hati ini mencoba semuanya.
Walau begitu, May Fair masih menyajikan kenikmatan dimsum yang sama. Pendapat saya pribadi (yang mungkin saja subjektif, karena kami menjadi tua bersama), tempat ini adalah salah satu tempat dimsum yang paling original dan paling enak di Jakarta.
Siomay, Hakaw, Paikut, Kaki Ayam adalah sebagian kecil dari jenis dimsum yang disajikan oleh May Fair. Teh cina, oh teh cina di sini begitu gurih dan nikmat!
May Fair Restaurant
Metropole Hotel
Jl. Pintu Besar Selatan No. 38
Jakarta Barat
Ph. (021) 676921
Monday, September 27, 2010
Soto Betawi Pinangsia
Walau dalam desakan orang-orang di mall dan khususnya di Pinangsia yang lumayan ramai, saya mendapatkan meja dan tentunya bisa memesan soto betawi yang tampaknya menjadi andalan di tempat ini.
Soto betawi di sini naasnya akan dihidangkan dalam bentuk sangat pucat dan tawar. Jadi pelanggan diberikan "tugas" untuk meracik sendiri bumbunya. Naasnya lagi, saya termasuk orang yang bodoh dalam menakar komposisi jumlah kecap manis, garam dan sambal yang tepat untuk menghasilkan soto dengan rasa sempurna. Alhasil beberapa kali soto betawi saya rasanya seperti kolak.
Tetapi saya belajar dari pengalaman-pengalaman bodoh saya dan biasanya saya kalau makan sendiri, selalu meminta pelayannya untuk menambahkan kecap manis, garam dan jeruk nipis langsung sebelum dihidangkan. Walau kadang saya menerima tatapan sinis, tetapi saya terhindar dari keharusan menghabiskan soto kolak. HEHEHE.
Sotonya sendiri (kalau diracik dengan benar) enak, daging-nya juga tidak alot. Atribut soto betawinya juga tidak terlalu ramai, cuma ada daging, potongan-potongan tomat, emping dan taburan daun bawang beserta bawang goreng.
Pinangsia juga menyajikan makanan yang lain, seperti sate ayam/kambing dengan bumbu kacang (sate ayam di sini sangat lembut dan bumbunya pas buanget!), gado-gado dan rujak. Oyah, minuman es jeruk kelapa juga merupakan minuman popular juga. Saya suka, bah!
Mangga Dua Mall Lt. 3 No. 1
Jakarta
Ph. (021) 612 8852
Thursday, September 23, 2010
Liar demi Dim Sum
Monday, September 20, 2010
Wiskul ke Solo: Nasi Timlo
Saya menikmati kunjungan ke Pasar Klewer, yang tidak jauh berbeda dengan pasar Tanah Abang atau Pasar Pagi Mangga Dua di Jakarta. Hanya saja mayoritas toko di Pasar Klewer menjual batik. Di mana mata memandang, saya hanya melihat batik, batik dan batik. Bersyukur untuk teman baru saya, Mas Anton dan Mbak Arie, yang tampaknya tahu titik-titik penjualan batik yang murah dan berkualitas. Makasih yah Mas dan Mbak! HEHE.
Adalah juga ide dari Mas Anton dan Mbak Arie untuk menikmati makan siang di rumah makan yang tidak hanya namanya yang unik, tempatnya juga unik. Warung Makan Es Masuk mungkin sulit ditemukan bagi mereka yang tidak memiliki sistem GPS hidup seperti kami (hehehe, sekali lagi, makasih yah mas dan mbak). Berlokasi di pekarangan rumah kuno, rumah makan Es Masuk menawarkan makan siang khas Solo, nasi Timlo.
Saya memesan nasi Timlo komplit. Nasi timlo itu pada dasarnya seperti kuah soto bening yang kemudian dicampur dengan nasi. Nasi timlo berkuah ini, selain nasi, lauknya ada telur semur, daging ayam, jamur kuping, jeroan, wortel, keripik kentang lengkap dengan daun bawang dan bawang goreng. Berbeda dengan soto yang justru dikategorikan makanan "panas", nasi timlo, walau dihidangkan dalam kondisi panas justru mengademkan (menurut saya loh).
Saya menikmati sekali kegurihan dan keunikan dari nasi ini sambil sesekali berpikir: kenapa yah tidak dinamakan nasi sup timlo, misalnya? Biar lebih kebayang bentuknya seperti apa. HEHEHE. Selain nasi timlo, ada juga teman makan yang lain yang tersedia untuk dipilih, misalnya sate udang, sate kulit ayam dan sate perkedel kentang yang bisa dijadikan teman bersantap nasi timlo ini.
Sayang sekali, kunjungan kali ini ke Solo benar-benar tidak untuk wisata, jadi beberapa tempat kulineran (atau jenis makanan) masih hanya kisah bagi saya (belum menjadi pengalaman). Semoga di kesempatan mendatang (dan harus), saya dapat mengunjungi kota yang ramah dan indah ini, tapi kali ini dalam kapasitas berwisata.
Sampai jumpa lagi, Solo!
Jl. Yos Sudarso No. 233
Solo
Monday, September 13, 2010
Bihun Bebek 75, Pluit
Seperti pada malam itu, saya tiba-tiba menginginkan bihun goreng dan saya teringat papan iklan Bihun Bebek di Pluit Sakti. Bihun Bebek 75 menyediakan 2 jenis bihun, bihun kuah dan bihun goreng sea food.
Bihun goreng sea food menurut saya biasa saja. Tidak istimewa, tetapi tidak buruk juga. Saya menikmati bihun gorengnya (yang mana kemungkinan besar didorong oleh rasa ingin yang mengebu-ngebu). Lauk bihun gorengnya terlalu sederhana menurut saya. Satu porsi bihun hanya terdapat 2-3 ekor udang, bakso ikan dan potongan-potongan gorengan bakso (antara ikan atau daging).
Lalu bihun kuah, berbeda dengan bihun goreng, bihun kuah ditemani oleh kuah yang dimasak dengan resep rempah-rempah yang biasanya dibeli di toko obat cina. Kuah yang unik ini, yang mana ibu saya suka sekali memasak kuah ini justru membuat bihun rebus bebek ini terasa istimewa, walau bihun berasa sedikit tawar dan kurang tajam, namun kuah yang istimewa ini membuat bihun ini begitu berbeda.
Bihun Bebek 75
Jl. Pluit Sakti Raya No. 49
Jakarta Utara
Phone: (021) 669 3980
Sunday, September 12, 2010
Sunday, August 22, 2010
Selamat Berpuasa!
Wednesday, August 11, 2010
Sop Buntut Mang Endang
Tiba di rumah makan Mang Endang yang hanya menyajikan sop buntut dan soto sapi (sekali lagi menu tidak tersedia), saya memesan sop buntut yang menjadi andalan. Untuk harga yang saya bayar, sop buntut Mang Endang sangatlah nikmat, gurih dan memuaskan.
Walau kombinasi daging dan sayur yang sangat tidak proposional (dalam piring yang besar tersebut, hanya ada 1 potong brokoli kecil, satu lembar daun-daunan, dan beberapa potong wortel), sop buntut ini tetap tidak mengecewakan. Daging yang begitu empuk dan saya berasa menemukan surga sop buntut.
Beberapa waktu yang lalu, salah seorang tokoh kulineran sempat mengunjungi area ini dan beliau memberikan validasi terhadap rumah makan sop buntut yang letaknya sekitar 100 meter dari tempat ini, sayangnya. Justru, rumah makan Mang Endang selalu padat menjelang jam makan siang. Saya, pada waktu kunjungan saya, harus puas di meja yang bukan disiapkan untuk tamu. Saya harus duduk di antara lipatan-lipatan tisu. (Benar-benar pekerjaan yang sulit yang harus saya jabani! HEHEHE).
Mang Endang (Incu Ma'Emun)
Jl. Jend. Sudirman No. 60
Air Mancur, Bogor
Phone: (0251) 8379-635
Tuesday, August 3, 2010
Mutiara di Bukit Sentul
Salah satu tempat makan yang menjadi kegemaran saya di area kantor adalah Rumah Makan khas Manado, Dodika. Saya mendapatkan informasi dari atasan saya (sekali lagi, seorang penggemar makanan khas daerah Manado juga dan pedatang asli Tondano!) kalau pengelolah-pengelolah masakan di Dodika itu benar-benar asli pedatang dari kota tersebut.
Kesenangan saya adalah Ikan Tude goreng (atau bakar), yang dihidangkan dengan dua jenis sambal, sambal ulekan yang berwarna merah dan sambal dabu-dabu (komplit dengan tomat kecil yang asam). Karena selera saya pribadi sangat menikmati gorengan ikan yang kering, jadi pas saja dengan penyajian Dodika
Bakwan jagung di tempat ini juga layak untuk dicoba, walau bakwan dibuat cenderung terlalu kering, tapi komposisi jagung yang manis membuat bakwan berasa nikmat. Sup ikan juga enak di sini, walau satu porsi-nya cukup untuk 4 orang, jadi kalau makan sendiri berasa saja besarnya porsi sup.
Sayangnya, Dodika berlokasi lumayan jauh dari kota Jakarta. Sentul City sekitar 45 menit dari pusat kota, hanya saja dekat dengan kantor saya. Ah, nanti siang kayaknya asik kalau pesan Manado! HEHEHE.
Dodika Resto
Plaza Niaga 1 Blok B No: 28
Sentul City, Bogor
Phone: (021) 8796 0984
Sunday, July 18, 2010
Rasa Kaki Lima, Harga Bintang Lima
Wednesday, June 30, 2010
Gelato Italiano!
- Perbedaan kadar lemaknya, jika es krim terbuat dari susu dan krim, makan gelato hanya menggunakan susu sebagai bahan dasarnya, hingga kadar lemak gelato hanya separuh kadar lemak es krim (bahkan di beberapa depot gelato, dinyatakan bebas lemak)
- Tekstur gelato lebih padat daripada es krim. Hal ini dimungkinkan karena proses pengadukan susu (dan krim tersebut). Ini juga yang membuat gelato lebih membutuhkan waktu dalam proses pembuatannya
- Suhu penyimpanan gelato lebih hangat daripada es krim, sehingga ketika disajikan gelato tidak sulit untuk dikonsumsi karena faktor dingin.
Saya adalah penggemar berat GELATO dan Kafe Pisa adalah firdaus-nya. I hope this line says as much as you need to know about my experience.
Kafe Pisa
Jl. Gereja Theresia No. 1
Menteng, Jakarta Pusat
Phone: (021) 3100149
Thursday, June 24, 2010
Pong!
Namun begitu, sore menjelang malam (Tahu Pong Semarang mulai beroperasi pukul 17:00), ratusan motor yang mencoba menghalangi tidak mampu memadamkan semangat kami mencapai utopia deep-fried tersebut.
Di sini, nyaris semua yang di daftar menu diolah dengan deep-fried. Baik kalau pengentahuan anda mengenai tahu pong, emplek atau gimbal sangat minim (sama seperti saya tadinya), saya akan coba menjelaskan sedikit. Tahu pong itu merupakan kependekan dari tahu kopong, tahu yang isinya kosong, sedangkan tahu emplek adalah kebalikannya, tahunya padat.
Sedangkan gimbal itu laksana bakwan udang, kalau dari foto di atas, gimbal itu potongan gede yang menutupi tahu-tahu di bawahnya. Bulat ujung sebelah kiri itu adalah telur rebus yang kemudian digoreng (deep-fried boiled egg).
Makanan khas Semarang ini dihidangkan dengan paling tidak ada 3 sampai 4 macam kecap atau sambal sebagai temannya. Ada kecap manis gurih, kuah kacang yang kemerah-merahan, sambal hijau dan sambal merah. Semuanya layak dicoba dan sama nikmatnya ketika dicocolkan ke potongan-potongan tahu atau gimbal.
Tahu Pong Semarang
Sebelah Toko Kelontong Rejeki
Hayam Wuruk, Jakarta Pusat
Phone: 081874 0893
Sunday, June 20, 2010
Berpetualang ke Tempo Dulu di Huize Trivelli
Thursday, June 10, 2010
Berkunjung ke Roemah Nenek
Ini bukan rumah nenek saya. Tapi ini adalah sebuah restoran di bilangan Taman Cibeunying, Bandung. Bagaimana saya bisa sampai disitu, adalah sebuah keajaiban, karena saya benar-benar nggak kenal jalan-jalan di Bandung. Berbekal sebuah peta hasil coret-moret seorang saudara yang gagap menyebut KFC (dia nyebutnya kei-ef-ci), saya mencoba menjelajah labirin kota Bandung nan padat disiang hari.
Setibanya disana (syukurnya tanpa kesasar), yang saya dapati adalah sebuah rumah bergaya tempo doeloe nan adem oleh pepohonan rindang. Dekorasi restoran ini sederhana. Tidak neko-neko. Benar-benar layaknya rumah nenek nan asri dan siap menanti cucu-cucu yang rindu akan kehangatan khas eyang.
Makanan yang ditawarkan cukup beragam. Mulai dari makanan barat (steak, dan lain-lain), makanan Sunda, dan makanan Indonesia pada umumnya. Di dalam buku menu juga disebutkan makanan-makanan khas Roemah Nenek yang cukup unik. Saya jelas memilih makanan unik itu. Dan pilihan jatuh pada Nasi Pepes Bakar (nasi putih yang pulen, dipepes bersama potongan daging ayam, ikan asin, pete, dan sayuran, kemudian dibakar). Untuk minuman saya pilih Jahe Rempah Spesial (seduan jahe, daun sereh, teh, gula merah, kayu manis, cengkeh, dan daun pandan) yang benar-benar menghangatkan badan nan kedinginan digigit udara Bandung yang mendung seharian.
Puas dengan makanan ronde pertama, saya mulai menggila menelusuri daftar menu untuk makanan ronde kedua. Maklum, makanan di resto ini bisa dibilang murah sehingga saya bisa bebas tambah makanan. Pilihan jatuh pada Kambing Bakar. Sayang pilihan saya kali ini kurang tepat. Rasanya yang nggak jelas dan porsinya yang sangat kecil membuat saya kecewa beberapa jenak. Untung saya juga memesan Iga Bakar. Dan Iga Bakar itu benar-benar mengobati rasa kecewa saya. Rasanya yang enak dengan saus yang meresap, serta daging yang empuk, berhasil membuai lidah yang hampir menyatakan protes.
Secara keseluruhan, resto ini patut dapat acungan jempol. Suasananya dapet banget. Perabot jadul (minjam istilahnya pak Bondan) yang selalu melekat dalam bayangan saya tentang rumah seorang nenek ada disana. Makanan dan harganya cukup masuk akal. Pelayanannya cepat. Dan yang nggak kalah penting, di Roemah Nenek yang satu ini, saya bisa menyalurkan hasrat ber free wifi! Rumah nenek mana lagi coba yang bisa begini???
Roemah Nenek
Jl. Taman Cibeunying Selatan No. 47
Bandung - Indonesia
Telp/Fax: (+62-22) 727 1745
Sunday, June 6, 2010
Hiu, Ganja dan Kepiting
Karena letaknya yang lumayan jauh, saya beberapa kali sempat menyerah dan menyarankan tempat makan yang lain (jangan membiarkan alamat dengan nomor 8 menipu, walau katanya nomor 8, tapi rumah di Bendungan Hilir itu acak-kadut, jadi jangan berharap menemukan angka 8 setelah angka 7).
Tapi begitu menemukan papan besar bertuliskan Seulawah, rasanya tidak sia-sia jarak jalan kaki yang saya tempuh itu (iya, ketahuan sekali kalau saya kurang berolah-raga). Saya sudah membayangkan mie goreng Aceh yang terkenal dengan rempah-nya dan biasanya dihidangkan dengan super-panas. Begitu masuk di rumah makan tersebut, saya melihat ada beberapa publikasi cetak yang dibingkai dan dipajang di dinding rumah makan ini.
Selain mie goreng aceh yang menjadi andalan mereka, ternyata ada beberapa masakan lain yang membuat Seulawah dikenal khalayak ramai. Ikan kayu (atau Keumamah) yang masakannya seperti suwiran ikan tongkol yang bentuknya seperti klupasan kulit kayu (HAHAHA), namun rasanya asin dan sedikit manis di ujung setiap kunyahan. Buat saya (turunan dari ibu saya nih), sayur ikan kayu, nasi putih panas dan sambal hijau sudah cukup sebagai menu makan siang.
Menu lain yang membuat alis saya berkenyit adalah gulai ikan hiu. Bentuk masakannya sendiri seperti gulai pada umumnya dengan potongan-potongan ikan. Saya sempat sedikit ragu untuk mencicipi masakan ini, karena beberapa artikel yang saya baca, kalau ikan pemakan ikan biasanya mempunyai tingkat mercury yang tinggi. Namun, saya coba saja satu potong dan rasanya seperti ... ikan, hanya bumbunya sendiri sangat aromatik dan gurih.
Sambal ganja juga sangat menggelitik rasa penasaran saya, yang pendapat saya seperti urap sayur hasil blender. HAHAHA. Sambal ganja (lucunya di Seulawah, tulisan ganja di sini memakai tanda petik) adalah campuran daun-daun (hanya sang juru masak dan Tuhan yang tahu apa isinya), belimbing wuluh, buncis dan udang (atau ikan) yang sudah halus. Beberapa situs masak menuliskan kalau sambal ini menggunakan kakas atau di Aceh dikenal sebagai biji ganja. Alhasil dari acara makan di sini kami berlima, tidak ada yang mabuk atau berhalusinasi.
Dan tentu saja, pesanan wajib adalah mie goreng kepiting! Seperti mie-mie Aceh pada lainnya, bumbu yang diracik dari berbagai rempah sangat berasa (bahkan Seulawah menuliskan kalau bumbu mereka didatangkan khusus dari Aceh). Nah kalau saya ditanya, saya itu termasuk kubu mana dalam hal mie Aceh goreng, saya akan bilang saya kubu dari tempat makan yang satu lagi. HAHAHAHA.
Hoya, catatan lain dari kunjungan saya, warna masakan Aceh itu sangat indah yah. Saya suka warna gulai yang kuning keemasan, warna daun rebus yang hijau, warna sambal yang merah, hijau bahkan putih kecoklat muda (warna sambal ganja Aceh).
RM Khas Aceh Seulawah
Jl. Bendungan Hilir Raya No. 8
Jakarta Pusat
Phone: (021) 5708660
Wednesday, June 2, 2010
Bakmi Camat Tan
Jalan Mangga Besar IV tidak terlalu jauh dari belokan Olimo, kurang-lebih sekitar 500meter di sebelah kanan jalan utama Mangga Besar (jika arahnya dari Hayam Wuruk). Bakmi Tan sendiri terletak sekitar 4 rumah dari kantor pajak Mangga Besar.
Saya memesan bakmi Tan dengan pangsit dan teman saya memesan bakmi Tan dengan bakso. Bentuk bakmi-nya sendiri seperti bakmi Pontianak pada umumnya, lurus dan tidak terlalu tipis, tetapi tidak terlalu tebal juga. Mungkin yang menggugah rasa penasaran saya adalah lauk Bakmi Tan. Selain ayam kampung kukus (seperti bakmi pada umumnya), juga terdapat potongan-potongan (seperti) bakwan tipis, yang mungkin akan lebih mantap lagi kalau digoreng lebih garing.
Kuah bakmi (dan pangsitnya sendiri) terdapat gumpalan-gumpalan minyak babi kering dan gorengan bawang putih yang membuat kuahnya semakin gurih. Di setiap meja, Bakmi Tan juga menyediakan satu stoples berisi gorengan minyak babi, sehingga setiap pengunjung dapat menambahkan sesuai selera.
Dari kenikmatan bakmi-nya, Bakmi Tan tidak terlalu istimewa, tetapi satu hal yang perlu saya ancungin jempol yaitu lauk yang lumayan banyak dan khususnya pernak-pernik kuah sehingga baik bakmi mapun kuahnya, sama-sama lezat.
Bakmi CamatTan
Jl. Mangga Besar IV No. 4D
Jakarta Pusat
Phone: (021) 4655 5815
Sunday, May 30, 2010
Bakmi Toko Tiga
Bakmi Toktig, walau tidak sepopular Bakmi GM atau GK sekalipun, namun memiliki beberapa cabang di Jakarta. Perhatikan seksama, karena rasanya hanya Bakmi Toktig di daerah pecinaan yang mengandung babi.
Saya dalam kunjungan saya, memesan bakmi spesial. Disebut demikian, karena bakmi ini paling komplit isinya, ada ayam, jamur lengkap dengan pangsit kuah dan bakso. Bakmi kecilnya mungkin tidak sewangi dan segurih Bakmi Orpa atau Bakmi Alok, bakmi Toktig layak membanggakan pangsit kuahnya.
Saya berani bilang kalau pangsit di sini salah satu pangsit paling enak di Jakarta. Pangsit halus, tapi tidak sampai hancur dan isinya ayam, babi dan potongan udang berbaur dan menciptakan sensasi sendiri.
Sayang, untuk mencapai bakmi Toktig di Toko Tiga dapat menciptakan kesusahan karena kemacetan dan keruwetan daerah Glodok - Pancoran.
Jl. Toko Tiga Seberang No. 56A, Pancoran
Jakarta Pusat
Phone: (021) 630 4131
Wednesday, May 26, 2010
Pempek @bing
Mengapa saya berkata begitu? Wah, @bing itu sudah terlalu popular, hingga saya menceritakan pengalaman saya makan pempek @bing itu berasa seperti saya menjelaskan cara bernafas kepada anda. Anda tentu sudah tahu dong cara bernafas? HEHEHE. Kecuali kalau yang membaca post saya ini adalah sebuah toaster (okay, I've lost it).
Yah, kembali ke @bing (penulisan dengan @ menggantikan huruf A sangat mengganggu), saya pertama kali dicelikan pengetahuannya akan rumah makan ini oleh sahabat saya, Hendro (yang saat ini sedang berada di negeri Singa di sana). Saya ingat sekali bagaimana Hendro menertawakan saya dan ketidak-tahuan saya akan keberadaan pempek ini.
Sejak saat itu, saya selalu merujuk ke tempat makan ini untuk referensi pempek di Jakarta (walau ada beberapa orang yang percaya masih ada tempat yang lebih enak daripada di sini). Selayaknya bagaimana pempek selalu disajikan dalam kondisi habis goreng, pempek @bing selalu berasa ikannya dan bumbu cuka-nya yang wangi (bisa jadi karena jumlah udang keringnya lumayan banyak).
Oya, pernah satu kali saya membungkus pempek @bing untuk dibawa pulang, alhasil saya ditegur (dan dipelototin) oleh puluhan orang yang berbagi Transjakarta dengan saya karena wangi cuka dan ebi yang menerebak kemana-mana. Yah, demi menikmati potongan-potongan pempek kapal selam yang lembut dan garing (tapi tidak seperti mengunyah karet, selayaknya beberapa tempat pempek lainnya) dengan kuah cuka nya yang pedas, asin dan sedikit manis itu, saya rela malu dan dipelototin orang. Yah, nasib!
Pempek @bing
Jl. Dr. Satrio No. 275 / 16C, Casablanca
Jakarta
Phone: (021) 98104914
Sunday, May 23, 2010
Kudapan Oey!
Kata kopitiam sendiri, konon berasal dari bahasa TioCiu, yang kalo diartikan ke Bahasa Indonesia menjadi Warung Kopi. Tak heran juga, suasana warung kopi di sini sangat kental budaya Cina jaman doeloe. Mulai dari meja, lukisan yang digantung sampai menu-nya.
Saya menikmati sekali Banana Fritter, yaitu pisang yang digoreng lalu dihidangkan dengan es krim vanilla dan saus coklat. Lumpia udangnya biasa saja. Semua minuman di sini, dari Ice Cappuccino, Es kopi Sisilia, Es Teh dengan Daun Mint sampai Milo Dinosaurus kurang sesuai dengan selera saya, tapi tidak buruk sama sekali.
Teman saya menyarankan saya untuk mencoba menu makan siang-nya. Sayangnya waktu itu sudah sore menjelang malam, tampaknya menu makan siang terlihat begitu berat.
Jl. H. Agus Salim No. 18
Jakarta Pusat
Phone: (021) 3924475
Wednesday, May 19, 2010
Shake Please, Don't Just Stir!
Layaknya memesan martini, daging yang dipanggang dikumpul dalam satu panci kecil, lengkap dengan bawang bombay-nya lalu di-shake untuk beberapa waktu lalu dihidangkan di piring kecil. Satu porsi sate daging domba juga tidak terlalu besar.
Saya punya pengalaman kehabisan sate domba dalam beberapa kali kunjungan ke tempat ini, jadi Sabtu lalu, saya sangat berharap untuk dapat mencicipi sate domba Africa, yang konon tingkat korestrol-nya rendah dan daging domba-nya yang garing dan gurih. Saya sebelum mengunjungi RM Sate Domba ini, sempat berpikir kalau laksana kambing, daging domba mungkin akan meninggalkan sedikit wewangian yang sulit dihilangkan.
Ternyata saya salah, tidak tahu apakah karena hasil panggang atau irisan bawang bombay yang menculik wewangian itu, saya menikmati daging domba tanpa ada rasa takut itu. Bahkan potongan-potongan kecil sangat garing dan gurih.
Sate Domba Africa
Jl. Prof. Dr. Satrio No. 184 (Casablanca)
Jakarta Selatan
Phone: (021) 5276387
Tuesday, May 18, 2010
Ferrero Rondnoir
Sedikit sejarah, Rocher diproduksi oleh perusahaan Italia, yaitu Ferrero. Sedikit trivia yang lucu, bagi orang keturunan Tionghoa, Rocher digemari karena bungkusan emasnya. Coklat ini menjadi simbol kemakmuran dan uang. Dalam bahasa Perancis, Rocher artinya batu bulat.
Minggu lalu, saya sangat beruntung sekali mendapatkan hadiah kecil dari pacar saya, yaitu produk baru dari Ferrero, yaitu Ferrero Rondnoir. Rondnoir (atau bulat hitam) dikemas dalam bentuk yang sama dengan Rocher, hanya dalam warna bungkusan yang lebih gelap.
Bagi penggemar dark chocolate, Rondnoir adalah canduan terbaru kalian. Dengan sensasi yang sama yang diciptakan saat kunyahan pertama, tetapi kali ini Rondnoir mengakhiri dengan cairan dark chocolate yang memberikan sedikit tambahan rasa pahit. Rondnoir seperti obat yang memanipulasi lidah.
Ferrero Rondnoir isi 12 ini membuat saya ingin terus menikmati namun meninggalkan rasa sedih ketika saya sampai pada bulatan terakhir. Saya diinformasikan bahwa hingga saat ini, Ferrero Rondnoir belum dapat ditemukan di Jakarta. Harga Ferrero Rondnoir isi 12 sekitar 7SGD atau sekitar 50ribu Rupiah.
Sunday, May 16, 2010
Lesehan Malioboro
Tapi malam terakhir saya di sana, saya menyempatkan diri bersama beberapa teman untuk menelusuri jalan Malioboro dan laksana turis pada umumnya sangat terkesan dengan lesehan-lesehan yang berjejer di hampir separuh jalan Malioboro. Berikut adalah 2 cara pandang terhadap kesan saya di lesehan di jalan yang terkenal ini.
Dengan euphoria turis: Saya menikmati keramaian jalan Malioboro di malam Minggu dengan berada di mana saya semestinya berada (istilahnya: signature venue). Saya dengan lesehan, makan tanpa menggunakan sendok-garpu, tapi dengan jari menjadikan diri saya sebagai bagian dari kota yang indah ini. Musisi jalanan yang terus-menerus mengumandangkan lagu-lagu Kla Project, Chrisye, Ebiet G. Ade sampai Luna Maya menjadikan malam itu seolah-olah tak akan terlupakan dan indah.
Tanpa euphoria turis: Makanan yang saya pesan (pecel lele, tahu goreng, nasi uduk, ikan bawal, gudeg dengan ayam goreng) adalah bencana. Saya mempertanyakan apakah sambal yang menyertai pecel lele saya itu masih layak untuk dikonsumsi. Tahu gorengnya standard banget, bahkan berasa sedikit kurang segar. Nasi uduknya lembek dan dingin, saya berasa mengunyah kentan yang di-eskan. Ayam gorengnya alot, bahkan bebekpun kalah alot.
Mungkin dari jejeran rumah makan lesehan itu ada yang lebih baik, tetapi serius dari beberapa situs hasil google saya untuk referensi tempat makan di kota ini, saya tidak pernah mendapatkan rujukan untuk makan di sini.
Saya tidak kecewa (yah, mungkin sedikit deh) dan saya percaya masih banyak sudut-sudut kota Yogya yang belum saya kunjungi untuk mendapatkan pengalaman kuliner yang WAH! Ada teman yang berbijak dan berkata: untuk mengenal kotanya, kenalin tempat makannya. Saya berharap dalam kesempatan mendatang, saya dapat lebih mengenal kota yang cantik ini.
Yah, tapi kalau anda masih tenggelam dalam euphoria sebagai turis yang ingin merasakan indahnya kota Yogya di malam hari, tak ada salahnya anda berlesehan di salah satu rumah makan ini. Saran saya, cukup pesan minum dan kudapan yang manis.
Ta Wan Restaurant
Salah satu menu kesukaan saya di Ta Wan adalah the three flavor porridge. Bubur dengan nama unik ini dihidangkan lengkap dengan udang, ikan dan ayam. Biasanya saya juga menambahkan dengan memesan ayam rebus (steam chicken) dan tak lupa makanan penutup berupa pudding mangga.
Di luar faktor kombinasi lauknya, bubur Ta Wan selayaknya seperti bubur biasa. Saya lebih menikmati ayam rebus-nya, karena beberapa rumah makan menyajikan ayam rebus terlalu kering, sedangkan Ta Wan menyajikannya sedikit berminyak.
Hoya, total jumlah yang harus saya bayar cuma sekitar Rp. 60.000,- termasuk tips. Lumayan murah bukan untuk rumah makan yang lumayan mewah ini?
Ta Wan Restaurant
Emporium Pluit Mall Level 4
Jl. Pluit Selatan Raya Blok S - 6
Kawasan BCD Pluit
Friday, May 14, 2010
Selamat Ulang Tahun, Mama!
Mama lahir di Medan, sebagai keturunan Tionghoa Hokkian dengan ibu seorang Bali, yang migrasi tinggal di kota Medan. HEHEHE. Jadi kebayang saja, pengaruh itu terhadap masakan ibu saya. Tanggal 12 Mei 2010, ibu saya merayakan ulang tahunnya dengan mempersiapkan 10 hidangan.
Sebagai anak yang baik juga, saya selalu menyukai masakan ibu saya (anak mana yang tidak hayo?). Ibu saya memang mempunyai bakat dan hobby dalam hal masak-memasak dan saya punya hobby menikmati masakan. Jadi klop saja.
Sup Tim Obat Ayam Kampung
Pangsit Goreng isi Daging
Udang Tauco Cabe
Brokoli Tumis
Kepiting Asam Manis
Mie Goreng
Ayam Rendang
Sapi Lada Hitam
Iga Babi Tauco